Sabtu, 26 Februari 2011

Museum Goedang Ransoem

Museum Goedang Ransoem merupakan bekas dapur umum yang dibangun pada 1918, pada masa penjajahan Belanda. Dapur umum ini dilengkapi dua buah gudang besar dan steam generator (tungku pembakaran) untuk memasak 3900 kg beras setiap hari bagi para pekerja tambang batubara (orang rantai), pasien rumah sakit, dan keluarga pekerja tambang.

Pada zaman Jepang hingga agresi Belanda II, aktivitas memasak dalam skala besar masih berlangsung. Sejak 1950-an setelah perang, aktivitas masak-memasak di dapur umum ini mulai menurun.

Pada pertengahan 1970-an hingga 1980-an bangunan dapur umum ini dimanfaatkan sebagai tempat pendidikan dan perumahan karyawan Tambang Batubara Ombilin. Sampai awal 2005 bangunan ini masih dipakai sebagai tempat tinggal oleh masyarakat setempat.

Pada 2004-2005 kompleks bangunan bersejarah ini mulai dikonservasi dan ditata oleh Walikota Sawahlunto untuk dimanfaatkan sebagai museum. Peresmian museum dilakukan oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla pada 17 Desember 2005.

Museum Goedang Ransoem dikelola oleh Unit Pelaksana Teknis (UPT) Peninggalan Bersejarah di bawah pembinaan Kantor Pariwisata dan Kebudayaan Kota Sawahlunto, Sumatera Barat.


KOLEKSI

Koleksi museum terdiri atas berbagai peralatan masak-memasak, seperti tungku pembakaran, periuk (ketel), lansang, dandang sabet, sekop, gergaji lobang, songket, foto, dan keramik.




ALAMAT

Jalan Abdul Rahman Hakim
Kelurahan Air Dingin, Kecamatan Lembah Segar,
Kabupaten/Kota Sawahlunto,
Sumatera Barat
Telepon 0754-61985
Faks. 0754-61985


JAM KUNJUNG

Selasa – Minggu: 08.00 – 16.00
Senin: Tutup


KARCIS MASUK

Dewasa: Rp 1.000
Anak-anak: Rp 500

Sumber: Museumku

Selasa, 22 Februari 2011

Perut tak kenyang, kekayaan melayang

Negeri kita kaya akan kekayaan alam maupun budaya, namun kita tetap miskin karena ulah kita sendiri. Kita tidak mau memanfaatkan kekayaan yang kita miliki untuk membangun bangsa secara menyeluruh. Kekayaan tak ternilai yang kita punya malah dijual dengan harga sangat murah kepada pihak asing dalam berbagai bentuk dan cara. Kenikmatan sesaat yang merusak, demi sesuap nasi. Benarkah demi sesuap nasi? Ataukah hanya ingin memenuhi nafsu serakah yang sebenarnya tak kan pernah terpuaskan?

Sudah menjadi rahasia umum bahwa banyak benda bersejarah negeri kita dilarikan ke luar negeri oleh orang berduit yang ingin dapat duit tambahan dengan menjarah negeri sendiri. Kita tak mendapat apa-apa selain kisah sejarah yang terputus dan bekas tinggalan yang terserak tanpa makna karena sudah kehilangan konteksnya.
Penggali liar (Foto; Ewon)

Namun, Allah Mahabesar. Di tengah-tengah himpitan gaya hidup hedonistik sekarang ini masih ada orang-orang "gila" yang berjuang menyelamatkan kekayaan negerinya yang masih tersisa. Mereka adalah sebuah komunitas kecil di kota kecil Bojonegoro. Mereka berupaya secara mandiri untuk mengumpulkan tinggalan-tinggalan sejarah dan prasejarah daerahnya dari penjarahan para penggali liar yang menjarah kubur-kubur kuno di sekitar pemukiman mereka. Berbagai artefak kuno yang diduga sebagai bekal kubur sedikit demi sedikit dikumpulkan dan disimpan untuk dijadikan materi pendidikan di daerahnya. Tentunya ini bukan usaha mudah karena mereka harus berhadapan dengan mafia penjarah kubur dan  elit di birokrasi pemerintahan yang seringkali lebih banyak mempersulit daripada membantu.

Batu lumpang yang berhasil diselamatkan (Foto: Ewon)
Selain berusaha menyelamatkan, komunitas kecil ini juga berusaha memberikan pendidikan kepada para penggali liar untuk menghargai kekayaan milik kita bersama ini. Mereka mendekati para penggali dan memberi tahu nilai penting peninggalan prasejarah tersebut. Bumi Bojonegoro memang kaya akan tinggalan arkeologis, antropologis dan paleontologis. Para penggali liar ini umumnya mencari benda-benda bekal kubur (manik-manik, logam mulia) untuk dijual kepada para penadah di kota-kota besar. Mereka menjarah kekayaan negerinya sendiri! Seharusnya kekayaan ini tersimpan di daerah yang bersangkutan untuk bahan penelitian para ahli serta pembelajaran bagi masyarakat. Rencana pendirian museum daerah adalah upaya yang mulia, namun jangan sampai museum ini menjadi alat untuk kepentingan politik seseorang. Bukankah jika demikian masyarakat sendiri yang merugi?

Bokor kuningan di rumah penduduk (Foto: Ewon)
 Penjarahan dan penjualan kekayaan alam dan budaya ini memberikan kenikmatan sesaat yang mampu membuat perut kenyang. Tapi perut tidak akan kenyang sekali saja...... Itu sebabnya kekayaan kita terus melayang. Jika jangka pendek yang menjadi ukuran, maka masa depan yang dipertaruhkan. Kekayaan melayang, sementara perut tak pernah kenyang!

Adakah yang tergerak untuk ikut "gila" demi menyelamatkan kekayaan negeri kita?Di tengah-tengah sekumpulan orang gila maka yang waraslah yang disebut gila. Mau pilih yang mana?

Rabu, 16 Februari 2011

Suara masyarakat

Seorang guru di Pandeglang membuat tulisan di bawah ini. Saya membaginya dengan Anda semua. Semoga apa yang diharapkannya dapat menjadi kenyataan, dan bagi insan museum ini merupakan salah satu kesempatan untuk memperbaiki pelayanan museum kepada masyarakat. Selamat menikmati.

Memanfaatkan museum sebagai sumber pembelajaran
Oleh: Iwan Hermawan, S.Pd., M.Pd.
"Apabila suatu bangsa adalah sebuah keluarga yang hidup dengan dan dalam rumah kebudayaannya, maka Museum dapatlah dipahami sebagai album keluarga itu. Di dalam album itulah foto-foto seluruh keluarga tersimpan dan disusun dari setiap masa dan generasi. Foto-foto itu ditatap untuk tidak sekedar menjenguk dan menziarahi sebuah masa lalu, sebab waktu bukan hanya terdiri dari ruang dimensi kemarin, hari ini dan besok pagi. Foto-foto itu adalah waktu yang menjadi tempat untuk menatap dan memaknai seluruhnya, bukan hanya peristiwa, akan tetapi juga pemaknaan di balik peristiwa-peristiwa itu. Pemaknaan tentang seluruh identitas, di dalam dan di luar kota. Foto-foto itu akhirnya bukan lagi dipahami sebagai sebuah benda" (HU Pikiran Rakyat, 22 Februari 2001).

Uraian tersebut menunjukkan, museum tidak hanya berfungsi sebagai lembaga yang mengumpulkan dan memamerkan benda-benda yang berkaitan dengan sejarah perkembangan kehidupan manusia dan lingkungan, tetapi merupakan suatu lembaga yang mempunyai tugas untuk melakukan pembinaan dan pengembangan nilai budaya bangsa guna memperkuat kepribadian dan jati diri bangsa, mempertebal keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan, serta meningkatkan rasa harga diri dan kebanggaan nasional.

Dalam kenyataannya, saat ini masih banyak masyarakat, termasuk kalangan pendidikan, yang memandang Museum hanya berfungsi sebagai tempat menyimpan dan memelihara benda-benda peninggalan sejarah serta menjadi monumen penghias kota. Akibatnya, banyak masyarakat yang enggan untuk meluangkan waktu berkunjung ke Museum dengan alasan kuno dan tidak prestis, padahal jika semua kalangan masyarakat sudi meluangkan waktu untuk datang untuk menikmati dan mencoba memahami makna yang terkandung dalam setiap benda yang dipamerkan museum, maka akan terjadi suatu transfomasi nilai warisan budaya bangsa dari generasi terdahulu kepada generasi sekarang.

Bagi dunia pendidikan, keberadaan museum merupakan suatu yang tidak dapat terpisahkan, karena keberadaannya mampu menjawab berbagai pertanyaan yang muncul dalam proses pembelajaran terutama berkaitan dengan sejarah perkembangan manusia, budaya dan lingkungannya.

Museum sebagai Sumber Pembelajaran
Sebagai lembaga yang menyimpan, memelihara serta memamerkan hasil karya, cipta dan karsa manusia sepanjang zaman, museum merupakan tempat yang tepat sebagai Sumber Pembelajaran bagi kalangan pendidikan, karena melalui benda yang dipamerkannya pengunjung dapat belajar tentang berbagai hal berkenaan dengan nilai, perhatian serta peri kehidupan manusia.

Kegiatan observasi yang dilakukan oleh siswa di Museum merupakan batu loncatan bagi munculnya suatu gagasan dan ide baru karena pada kegiatan ini siswa dirangsang untuk menggunakan kemampuannya dalam berfikir kritis secara optimal. Kemampuan berfikir siswa tersebut menurut Takai and Connor (1998), meliputi :
a. Comparing and Contrasting (kemampuan mengenal persamaan dan perbedaan pada objek yang diamati)
b. Identifying and Classifying (kemampuan mengidentifikasi dan mengelompokkan objek yang diamati pada kelompok seharusnya).
c. Describing (kemampuan menyampaikan deskripsi secara lisan dan tulisan berkenaan dengan objek yang diamati).
d. Predicting (kemampuan untuk memprakirakan apa yang terjadi berkenaan dengan objek yang diamati).
e. Summarizing (kemampuan membuat kesimpulan dari informasi yang diperoleh di Museum dalam sebuah laporan secara singkat dan padat).

Kemampuan berpikir tersebut tidak akan muncul dengan sendirinya tanpa adanya bimbingan dan pembinaan yang memadai dari gurunya. Upaya yang dapat dilakukan oleh guru dalam menumbuhkan kemampuan berfikir kritis siswa melalui kegiatan kunjungan ke Museum, diantaranya :
a. Dalam kegiatan pembelajaran di dalam kelas untuk materi tertentu, guru perlu sering mengajak, menugaskan atau menyarankan siswa berkunjung ke Museum guna membuktikan uraian dalam buku teks dengan melihat bukti nyata yang terdapat di museum. Kegiatan ini idealnya dilakukan dengan melibatkan siswa dalam jumlah yang tidak terlalu besar untuk mempermudah guru dan pemandu museum membimbing siswa saat mengamati koleksi museum.
b. Memberikan pembekalan terlebih dahulu kepada siswa sebelum melakukan kunjungan ke museu, terutama berkaitan dengan materi yang akan diamati. Kegiatan ini dilakukan agar pada diri siswa tumbuh rasa ingin mengetahui dan membuktikan apa yang diinformasikan oleh gurunya atau pemandu museum.
c. Menyediakan alat bantu pendukung pembelajaran bagi siswa, berupa lembar pannduan atau LKS yang materinya disusun sesingkat dan sepadat mungkin serta mampu menumbuhkan daya kritis siswa terhadap objek yang diamati.
d. Selama kunjungan guru dan atau pemandu museum berada dekat siswa untuk memberikan bimbingan dan melakukan diskusi kecil dengan siswa berkenaan dengan objek yang diamati.
e. Setelah kegiatan kunjungan, siswa diminta untuk membuat laporan berupa kesimpulan yang diperoleh dari hasil kegiatan kunjungan ke museum, kemudian hasil tersebut didiskusikan dalam kelas.
f. Pada bagian akhir kegiatan, guru perlu melakukan evaluasi terhadap program kegiatan kunjungan tersebut sebagai tolok ukur keberhasilan kegiatan kunjungan tersebut.

Selain upaya yang dilakukan oleh guru dalam kegiatan kunjungan ke Museum, pihak pengelola (kurator) museum juga perlu melakukan berbagai upaya agar pengunjung, terutama kalangan pendidikan dapat memperoleh hasil yang maksimal dalam kegiatan kunjungannya. Upaya dapat dilakukan oleh pengelola museum dalam menjadikan museumnya sebagai sumber bagi kegiatan pembelajaran, diantaranya :
a. Menyediakan panel informasi singkat berkenaan dengan pembagian ruang dan jenis koleksi yang dipamerkannya di pintu masuk museum, sehingga pengunjung dapat memperoleh gambaran isi museum secara lengkap begitu masuk pintu museum, sehingga walau pengunjung hanya masuk ke salah satu ruangan, dia tidak akan kehilangan "cerita" yang disajikan museum.
b. Menyediakan panel-panel informasi yang disajikan secara lengkap dan menarik sebagai pelengkap benda koleksi pameran dan diorama.
c. Menyediakan berbagai fasilitas penunjang kegiatan pendidikan, seperti leaflet, brosur, buku panduan, film, mikro film, slide dan lembar kerja siswa (LKS), sehingga pengunjung dengan mudah mempelajari objek yang dipamerkan museum.
d. Khusus berkenaan dengan LKS, perlu dirancang LKS museum yang sesuai dengan kebutuhan masing-masing tingkatan usia siswa serta mampu membangkitkan daya kritis siswa sesuai dengan tingkatannya.
e. Museum perlu menyelenggarakan berbagai kegiatan permainan museum yang menarik dan mampu meningkatkan pemahaman siswa akan objek yang dipamerkan.

Perlunya kerjasama antara sekolah dengan Pengelola Museum
Diatas sudah diuraikan bahwa pemanfaatan museum secara optimal oleh siswa dapat dicapai jika sebelum melakukan kegiatan kunjungan ke museum diberikan pengenalan terlebih dahulu berkenaan dengan materi atau objek yang dipamerkan. Melalui kegiatan eksplorasi pra kunjungan diharapkan siswa akan mampu menangkap berbagai informasi penting berkenaan dengan objek yang dipamerkan sesuai dengan apa diharapkan. Agar guru mampu melakukan bimbingan dalam kegiatan kunjungan ke museum, maka guru perlu menjalin kerjasama dengan pengelola museum guna memperoleh informasi lengkap tentang museum dan koleksi yang dipamerkannya.

Sebaliknya pihak pengelola (kurator) museum dalam menyusun berbagai program pendidikan di museum serta sarana penunjangnya, perlu melakukan kerjasama dengan kalangan pendidikan agar program pendidikan di museum dan sarana penunjangnya, seperti LKS, dapat sesuai dengan apa yang menjadi tuntutan kurikulum sekolah. Selain itu, antara museum satu dengan yang lainnya yang berada dalam satu kota perlu melakukan kerjasama dalam membuat buku informasi museum bersama yang nantinya buku tersebut dapat dibagikan kepada kalangan pendidikan, terutama sekolah, sehingga ketika akan melakukan kegiatan kunjungan dengan mudah guru menentukan museum mana yang akan dikunjungi sesuai dengan tuntutan kurikulum pada saat itu.

Akhirnya melalui pemanfaatan Museum sebagai sumber pembelajaran diharapkan akan mampu meningkatkan kualitas pendidikan kita dan keberadaan museum tidak hanya menjadi penghias atau monumen kota, semoga....

Saya Iwan Hermawan, S.Pd., M.Pd setuju jika bahan yang dikirim dapat dipasang dan digunakan di Homepage Pendidikan Network dan saya menjamin bahwa bahan ini hasil karya saya sendiri dan sah (tidak ada copyright). .

Rabu, 09 Februari 2011

Museum of Osteology

Rangka kanguru (Kolesksi Museumm of Osteology)
Osteologi adalah ilmu yang mempelajari sistem rangka dan tengkorak. Di museum ini Anda dapat mengamati dan mempelajari berbagai jenis rangka binatang vertebrata dari seluruh penjuru dunia, termasuk rangka berbagai spesies langka yang tidak pernah diperagakan di museum lain. Koleksi museum ini mulai rangka terkecil (tikus pohon) hingga rangka hiu bongkok yang panjangnya kurang lebih 12 meter. Bahkan replika tengkorak S-17 dari Indonesia pun ada, dan dijual pula sebagai cerndera mata ataupun untuk keperluan studi.

Kerangka Penguin Afrika (Koleksi Museum of Osteology)

Di museum ini siswa maupun masyarakat umum akan mendapatkan pembelajaran berkualitas mengenai sistem rangka. Hal ini sesuai dengan misi museum, yaitu memberikan pendidikan berkualitas dan memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk mengeksplorasi sistem rangka. Menurut mereka konservasi  dimulai dari pendidikan dan penghargaan masyarakat akan alam.

Untuk lebih lengkapnya silakan kunjungi situs Museum of Osteology di sini.

Rabu, 02 Februari 2011

Museum Geologi dan Museum Karya Budaya Sakti, Kabupaten Cirebon

Papan nama museum (foto: Tim MG)
Selama dua hari (29-30/1/2011) tim ahli dari Museum Geologi membantu menata museum Karya Budaya Bakti milik M. Thamrin di Desa Kubangdeleg, Kecamatan Karangwareng, Kabupaten Cirebon. Selain menata, tim ini juga melakukan deskripsi dan determinasi atas koleksi yang dimiliki museum tersebut.

Tampak luar museum (foto: Tim MG)

Adalah M. Thamrin, seorang mantan mantri kesehatan di Desa Kubangdeleg yang memiliki prakarsa dan idealisme mendirikan museum di daerahnya untuk kepentingan pendidikan dan pariwisata.  Diawali dengan kegemarannya akan benda-benda bersejarah, dia berburu benda-benda “aneh” di hutan-hutan di sekitar tempat tinggalnya.  Saat ini sudah ratusan koleksi dimilikinya. Pada mulanya Thamrin melakukan kegiatannya ini seorang diri, namun kemudian dia mempekerjakan orang-orang yang dipercayainya untuk juga mengumpulkan aneka benda alam dan bersejarah di sekitar tempat tinggal mereka. 

Kondisi museum sebelum ditata





Tim Museum Geologi yang terdiri dari ahli museologi, ahli geologi, ahli biologi, dan ahli antropologi, bekerja sama dengan seorang ahli arkeologi senior dari Balai Arkeologi Bandung mengelompokkan benda-benda koleksi  Thamrin tersebut  dan memperagakannya dalam sebuah tata pamer yang mudah dimengerti. Setelah dikelompokkan terkumpullah dua kategori besar: koleksi geologi dan koleksi arkeologi. Koleksi geologi terdiri atas batuan, fosil (vertebrata, invertebrata, kayu, koral), suiseki; sedangkan koleksi arkeologi terdiri atas artefak logam (senjata, uang kuno, bejana, patung), gerabah (tempayan, piring, mangkok), dan alat batu (paleolitik hingga neolitik). Di samping itu juga ada sejumlah buku referensi yang disimpan khusus dalam perpustakaan mini.

Kondisi museum setelah ditata. 









Selain menata dan membuat alur untuk mengarahkan pengunjung, tim juga membuat label untuk setiap koleksi sehingga benda-benda yang dipamerkan memiliki makna yang bernilai edukatif dan informatif. Setelah ditata sedemikian rupa museum yang awalnya rumah tinggal ini tampak cantik dan rapi. Koleksi yang tidak dipamerkan disimpan dalam lemari dan laci-laci penyimpanan khusus, tidak terserak di sembarang tempat. Kerja keras tim terbayar lunas dengan tampilan baru museum ini.

Yang perlu dicermati adalah bahwa gedung museum ini sangatlah rapuh. Atapnya bocor di banyak tempat, dindingnya lapuk dan lantainya lembab. Banyak bagian dinding masih berupa bata tanpa diplester. Alangkah baiknya bila pemerintah setempat melakukan langkah nyata untuk membantu museum ini. Upaya  dan jerih payah Thamrin selama bertahun-tahun hendaknya diberi penghargaan yang layak. Dia memiliki idealisme untuk memajukan pendidikan anak bangsa melalui kekayaan alam tanah airnya. Adakah pejabat atau pengusaha yang tergerak untuk membantunya? (Julimar 02/02/2011).