Terobosan dilakukan oleh Museum Negeri Jawa Barat Sri Baduga dengan berpameran di mal Bandung Indah Plaza mulai tanggal 11 – 16 Oktober 2011. Butuh waktu cukup lama tampaknya agar pameran ini dapat terwujud (wacana museum goes to mall sudah cukup lama dilontarkan). Ketika akhirnya wacana itu mengejawantah maka publik pun menanggapinya dengan antusias. Setidaknya itu yang saya rasakan ketika berkunjung ke pameran tersebut. Aneka artefak berbahan dasar bambu menjadi pemandangan yang khas di BIP selama lima hari pameran tersebut. Sayangnya ruang pamer tampak terbatas (dibatasi?) sehingga kesan sempit sangat terasa. Namun demikian, hal itu tidak menjadikan penampilan aneka perkakas bambu tersebut berkurang nilai artistiknya di tengah-tengah aneka benda impor modern yang kontras dengan sisi tradisional bambu. Penyelenggara pameran bertindak cerdas dengan menampilkan gambar toong sebagai titik pusat penarik perhatian pengunjung. Benda ini sebenarnya semacam bioskop yang untuk menontonnya orang harus noong (b. Sunda, mengintip). Zaman dahulu perkakas ini merupakan alat untuk mendongeng, dan pendongeng biasanya keliling keluar masuk kampung. Di dalam perangkat ini ada serangkaian gambar dan sang pendongeng berada di luar perangkat. Dia bercerita berdasarkan gambar yang ada di dalam dengan diiringi akordeon. Tentu saja pada pameran ini sang pendongeng tidak disertakan karena zaman sekarang sudah tidak ada pendongeng semacam ini. Pengunjung hanya dapat menikmati aneka gambar hitam putih yang ada di dalam perangkat tersebut.
Berikut ini adalah foto-foto suasana pameran.
Gambar Toong (foto: Julimar) |
Pengunjung mencoba noong (atas dan bawah). Foto: Julimar |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar