Senin, 04 Maret 2013

Museum Nyamuk

Sumber gambar: klik di sini


Indonesia ternyata memiliki museum nyamuk! Rasanya wajar ya karena negeri kita adalah negara tropis yang rawan dengan penyakit yang disebabkan oleh nyamuk. Museum Nyamuk terletak di Kabupaten Ciamis di kompleks perkantoran Loka Penelitian dan Pengembangan Pengendalian Penyakit Bersumber Binatang (Litbang P2B2)-Ciamis.

Museum ini milik Departemen Kesehatan dan merupakan museum nyamuk satu-satunya di Indonesia yang memilliki berbagai fasilitas agar masyarakat waspada akan bahaya nyamuk. Penggagas pertama kali pendirian Museum Nyamuk adalah Sugiono, saat menjabat sebagai Kepala Loka Balitbang P2B2 Ciamis.

Ulasan lengkap tentang museum ini dapat dilihat di sini.

Minggu, 24 Februari 2013

Tamu dari Kalimantan Timur

Tanggal 14 Februari 2013 Museum Geologi mendapat kunjungan 16 orang anggota Komisi IV DPRD Provinsi Kalimantan Timur. Mereka datang dalam rangka studi banding sehubungan dengan adanya rencana untuk membangun museum minyak di kota Balikpapan, Kalimantan Timur. Agenda utama mereka adalah mencari informasi bagaimana menyajikan tata pameran yang interaktif dan sesuai dengan perkembangan teknologi yang telah dilakukan oleh Museum Geologi.

Rombongan diterima di Ruang Edukasi setelah sebelumnya mereka menonton film SANG PERINTIS. Film ini mendapat apresiasi tinggi dari anggota dewan dan dinilai memiliki semangat tinggi untuk menggugah rasa nasionalisme. Ruang Edukasi menjadi ajang diskusi antara staf Museum Geologi (Suharto, Julianty, dan Aurora) dengan anggota dewan. Topik yang dilontarkan seputar pendirian museum, penyusunan tata pameran, cagar budaya/alam, sumber daya alam, hingga anggaran untuk membuat sebuah museum.

Berita lengkap dan foto-foto dapat dilihat di situs resmi Museum Geologi.

Sabtu, 23 Februari 2013

Arkeologi Eksperimental di Museum Geologi

Museum Geologi memiliki banyak koleksi artefak paleolitik, baik yang ditemukan oleh ahli-ahli masa kolonial Belanda maupun hasil penggalian arkeologis pasca kemerdekaan. Di bulan Februari ini Museum Geologi menerima tamu khusus dari Australia dalam rangka kerja sama penelitian artefak paleolitik dari Flores. Tamu tersebut adalah Dr. Mark Moore, seorang Lecturerdi jurusan Archaeology and Palaeoanthropology, Faculty of Arts and Sciences, School of Humanities, University of New England. Dr. Mark Moore banyak melakukan penelitian mengenai teknologi pembuatan alat batu paleolitik yang dibuat oleh manusia purba. 

Dalam penelitian-penelitiannya tersebut Dr. Mark Moore meniru membuat alat batu paleolitik menggunakan teknik yang diduga digunakan oleh manusia purba, yaitu teknik memukul dan menetak batu dengan batu lain, atau dengan tulang. 

Apa yang dilakukan oleh Dr. Mark Moore adalah merupakan penerapan dari cabang ilmu arkeologi yang disebut arkeologi eksperimental. Itu pula yang dilakukan Dr. Mark Moore di Museum Geologi. Dr. Mark Moore mendemonstrasikan pembuatan alat batu paleolitik. Demonstrasi dilakukan pada tanggal 13 Februari 2013 bertempat di patio sayap timur Museum Geologi dan disaksikan oleh staf Museum Geologi. Dokumentasi berupa pengambilan foto dan film dilakukan oleh Tim Audio Visual Museum Geologi.

Tulisan lengkap dapat dilihat di situs resmi Museum Geologi.

Jumat, 22 Februari 2013

Koleksi Baru Museum Geologi

Awal Februari lalu Museum Geologi mendapatkan sumbangan berupa setangkup kima raksasa berukuran panjang 99 cm, lebar 63 cm, tebal 50 cm. Fosil ini menjadi koleksi baru Museum Geologi dan masih akan diteliti lebih lanjut oleh ahlinya. Kima merupakan jenis hewan invertebrata yang hidup di laut. Penemuan kima raksasa dalam kondisi lengkap setangkup adalah hal yang jarang terjadi. Jika ditemukan setangkup berarti hewan ini hidup dan mati di lingkungan pengendapan batuan tempat dia terfosilkan. Berita lebih lanjut berikut foto-foto dapat dilihat di situs resmi Museum Geologi.

Rabu, 12 Desember 2012

Yang tercecer dari Gelar Museum Nusantara 2012


Jakarta, 24 November 2012
Hari ini menjelang hari terakhir Gelar Museum Nusantara 2012. Pemandu acara di lantai atas sibuk dengan pemberian kuis kepada para pengunjung pameran. Hari ini lebih ramai dibandingkan dua hari sebelumnya. Tadi pagi banyak anak sekolah yang datang. Mereka berfoto-foto di depan setiap gerai museum yang mereka kunjungi. Brosur dan poster Museum Geologi sudah sangat menipis persediaannya. Banyak pengunjung yang meminta brosur dan poster tersebut. Tak apa lah. Mudah-mudahan semua itu dapat memperluas penyebaran informasi tentang geologi kepada masyarakat.
Ruangan pameran dingin sekali. Pendinginnya rupanya sangat kuat sampai-sampai para penjaga gerai pameran bolak-balik ke kamar kecil. Aku mulai merasakan tidak enak di hidung akibat dinginnya suhu ruangan ini.

Sambil menunggui gerai pameran kami berkenalan dengan sesama peserta. Ajang seperti ini sangat bagus untuk membangun jaringan dan memperluas wawasan. Apalagi ini kesempatan bertemu dengan sesama insan museum se-Tanah Air. Kartu nama harus selalu tersedia di ajang begini karena ini dapat menjadi sarana kita untuk berkomunikasi setelah pameran selesai kelak. 

Pameran begini biasanya kami mendapatkan gagasan baru yang terinspirasi dari obrolan dengan pengunjung yang datang ke gerai kami, atau dari teman-teman sesama insan museum. Kami ingin agar pameran-pameran berikutnya dapat menampilkan rancangan baru meskipun informasi yang disampaikan tidak jauh berbeda.

Saya sendiri berkenalan dengan seorang anak muda yang sedang menulis ensiklopedi tentang Indonesia. Wah, dia bersemangat sekali! Saya pun tak kalah bersemangatnya! Obrolan kami seru. Kami langsung nyambung. Pertemuan yang disyukuri oleh kedua belah pihak. Silaturahim semacam ini sering datang tak terduga pada kesempatan-kesempatan pameran ataupun seminar. Kesempatan untuk bekerja sama dalam pameran ataupun acara lainnya terbuka dengan cara seperti ini. Tentunya ini merupakan tabungan masa depan. Kerja sama tidak akan datang saat itu juga, tetapi orang yang sudah kita kenal di pameran ataupun seminar ternyata sering menghubungi kembali beberapa waktu kemudian ketika mereka akan menyelenggarakan suatu kegiatan dan membutuhkan narasumber. Ajakan berpameran pun sering datang dengan cara seperti ini.

Senin, 03 Desember 2012

Diskusi film SANG PERINTIS

Tanggal 10 November yang lalu Museum Konperensi Asia Afrika bekerja sama dengan Museum Geologi menyelenggarakan diskusi film dokumenter berjudul SANG PERINTIS. Film ini merupakan produksi Studio Audio Visual Museum Geologi (Stegodon Studio) dan pemutaran perdananya dilaksanakan bertepatan dengan ulang tahun Museum Geologi ke-80 pada tahun 2009. Film ini mengisahkan perjuangan dua orang pribumi pertama yang menjadi ahli geologi sehingga mereka berdua layak disebut sebagai tokoh bumiputera yang menjadi perintis di bidang geologi dan pertambangan. Museum Konperensi Asia Afrika berinisiatif memutar film ini dalam rangka memperingati Hari Pahlawan 10 November 2012. Harapannya, tentu saja, agar generasi muda Indonesia dapat mengambil teladan dari kedua tokoh ini. Berikut foto-foto selama diskusi berlangsung.

Poster
Poster yang disebarkan kepada umum (sumber: MKAA)

Moderator (kiri) dan para narasumber (sumber: MKAA)

PLH Kepala Museum KAA menyampaikan pidato sambutan  (sumber: MKAA)


Sebagian peserta diskusi (sumber: MKAA)

Penyerahan cenderamata kepada keluarga Soenoe Soemosoesastro (sumber: MKAA)

Sabtu, 03 November 2012

Toloooong!

Berita yang membuat saya miris. Di mana dan bagaimana peran negara menyikapi hal ini?

Museum Adam Malik bangkrut, Prasasti Shankara dijual ke loak
Rabu, 31 Oktober 2012 09:46:47
Bangkrut dan tutupnya Museum Adam Malik pada tahun 2005-2006 berdampak pada hilangnya peninggalan purbakala yang memiliki nilai sejarah yang sangat tinggi. Sebuah prasasti yang menjelaskan bahwa di Pulau Jawa hanya ada satu dinasty atau wangsa Sailendra telah hilang jejaknya.

Sebab saat Museum Adam Malik ditutup, beberapa benda-benda purbakala termasuk Prasasti Raja Sankhara yang sering juga disebut sebagai Prasasti Adam Malik ini sudah hilang terjual ke seorang tukang loak.

Akibatnya, benda yang merupakan peninggalan Kerajaan Mataram Kuno atau Modang ini tidak diketahui keberadaanya oleh Pusat Arkeologi Nasional. Kesulitan untuk melacak keberadaan benda kuno inipun dialami sebab ahli waris almarhum mantan Wakil Presiden Indonesia Adam Malik itu menjualnya ke seorang tukang loak yang kebetulan lewat di depan museum yang sekaligur menjadi rumah itu.

"Kalau menjualnya ke seorang kolektor kita masih bisa mendata atau menginventarisir. Tetapi ini dijual kepada seorang tukang loak yang kebetulan lewat di depan rumah bagaimana kita bisa menemukannya," ungkap Peneliti Pusat Arkeologi Nasional Bambang Budi Utomo Selasa (30/10) di sela-sela acara World Writers & Cultural Festival 2012 di Hotel Manohara, Kompleks Taman Wisata Candi Borobudur Magelang, Jateng.

Prasasti yang mempunyai panjang 75 cm, mirip pepunden warna abu-abu itu dibeli oleh mendiang Adam Malik dari seorang kolektor dari Sragen, Jateng. Pembelian itu dilakukan oleh Adam Malik saat dulu dia menjabat sebagai Menteri Luar Negeri di masa Orde Baru saat Presiden Soeharto menjabat. Keberadaan prasasti ini sangat penting sekali untuk menelusuri sejarah dan kebenaran. Sebab, prasasti Raja Sankhara berasal dari abad ke 8 masehi.

Dalam prasasti disebutkan seorang Raja Sankhara berpindah agama karena agama Siwa yang dianut adalah agama yang ditakuti banyak orang. Raja Sankhara pindah agama ke Buddha karena di situ disebutkan sebagai agama yang welas asih. Akibat ajaran itu, ayah Raja Sankhara, wafat setelah sakit selama 8 hari. Sankhara takut akan ‘Sang Guru’ yang tidak benar, kemudian meninggalkan agama Siwa, menjadi pemeluk agama Buddha Mahayana dan memindahkan pusat kerajaannya ke arah timur.

Isi prasasti Raja Sankhara ini secara garis besar sesuai dengan kisah dalam Carita Parahyangan di mana disebutkan bahwa Raja Sanjaya menyuruh anaknya Rakai Panaraban (Rakai Temperan) untuk berpindah agama, karena agama Siwa yang dianutnya ditakuti oleh semua orang. Siwa sendiri dalam ajaran Hindu merupakan sosok dewa perusak.

Menurut Poerbatjaraka dan pustaka di Arsip Nasional Indonesia 2, Sanjaya dan keturunannya itu ialah raja-raja dari wangsa Sailendra, asli Nusantara, yang semula menganut agama Siwa, tetapi Panamkaran berpindah agama menjadi penganut agama Buddha Mahayana. Isi prasasti Raja Sankhara juga sesuai dengan Prasasti Sojomerto yang kini disimpan di lokasi penemuannya di Pekalongan, yang menyebutkan tentang Dapunta Sailendra yang dianggap sebagai cikal bakalnya dinasti Sailendra.

Baik prasasti Sojomerto ataupun prasasti Raja Sankhara, ditambah penafsiran atas naskah Carita Parahyangan, mendukung teori bahwa Sailendra adalah wangsa tunggal yang merupakan keluarga penguasa asli Nusantara yang menggunakan bahasa Melayu kuno sebagai bahasa sehari-harinya seperti tertulis dalam prasasti-prasasti peninggalan wangsa ini.

"Temuan-temuan ini sekaligus membantah teori populer mengenai persaingan dua wangsa beda agama; wangsa Sailendra yang Buddha dan wangsa Sanjaya yang Hindu yang diajukan Bosch dan de Casparis. Karena menurut prasasti Sojomerto dan Raja Sankhara, Sanjaya dan keturunannya adalah anggota wangsa Sailendra, dan wangsa ini sebelumnya adalah pemuja Siwa, sebelum akhirnya Panangkaran berpindah keyakinan menjadi penganut Buddha Mahayana,"ungkap Bambang.

Hilangnya jejak benda bersejarah itu sebetulnya sudah lama dilaporkan ke Dirjen Cagar Budaya dan Permuseuman. Namun, tidak ada upaya dari pemerintah dan lembaga itu untuk melakukan pencarian dan pelacakan benda bernilai sejarah tinggi itu.

"Sudah lapor ke Direktorat Purbakala sekarang namanya Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman. Lapor sejak ada lima tahun yang lalu. Ke Dirjen juga tidak ditanggapi. Alasanya nggak ada laporan dari ahli waris. Tidak mungkin khan masak yang menjual melaporkan?' ujar Bambang.

Tidak hanya prasasti Raja Sankara saja yang dulu menjadi koleksi di Museum Adam Malik itu. Dulu sebuah arca Ghanesa yang berada di Pulau Panitan hilang dari tempat aslinya. Setelah dicari-cari ternyata ada di Museum Adam Malik yang didirikan saat Adam Malik jadi Wapres. Bambang berkeyakinan benda bernilai sejarah tinggi itu masih berada di Indonesia dan tidak akan pernah berhasil jika dilarikan ke luar negeri.

"Akan ketahuan orang bea cukai nilainya tinggi tapi nggak ada harganya. Sekarang bea cukai ketat terhadap peninggalan. Sebuah wayang kulitpun akan dicek dengan petugas bea dan cukai jika memang wayang itu wayang peninggalan bersejarah kuno dan langsung akan dilaporkan ke kita," jelas Bambang.

Bambang menambahkan, benda-benda bersejarah yang mengandung nilai sejarah sampai saat ini banyak tersebar di tangan-tangan kolektor. Sebetulnya, jika dilaporkan Badan Arkeologi hanya untuk diinventarisir dan didata walaupun benda tetap dipertahankan di tempat sang kolektor.

"Masih banyak yang tersebar ke perseorangan dan kolektor, seperti di Pak Jalil kolektor di jalan Kemang, Pak Hasyim di Museum Radya Pustaka. Sejak reformasi 98 peredaran benda-benda cagar budaya tidak teratur dan nggak bener. Banyak bangunan bersejarah yang terbengkalai,"ungkap Bambang.

Selain itu, upaya pembongkaran dan perusakan itu juga didukung dan dibekingi oleh para pejabat yang duduk di partai politik yang dekat dengan poros kekuasaan. Tidak hanya benda-benda purbakala saja, pengerusakan dan pemusnahan bangunan kuno bersejarah juga dilakukan tanpa pertimbangan tempat itu bagian dari sejarah.

"Termasuk bekas bangunan kantor Purbakala sendiri di Jl Cilacap Jakarta dibongkar juga. Ya maaf kalau dari anda ada orang Demokrat. Orang Demokrat yang ada di belakang mereka. Rumah cantik di Teuku Cik Di Tiro, Menteng kabarnya Ibas (Putra Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono) yang ada di belakang mereka. Juga di tempat lain Pabrik Es yang dipertahankan sama Jokowi yaitu di Saripetojo," pungkas Bambang.
[hhw]