Rabu, 12 Desember 2012

Yang tercecer dari Gelar Museum Nusantara 2012


Jakarta, 24 November 2012
Hari ini menjelang hari terakhir Gelar Museum Nusantara 2012. Pemandu acara di lantai atas sibuk dengan pemberian kuis kepada para pengunjung pameran. Hari ini lebih ramai dibandingkan dua hari sebelumnya. Tadi pagi banyak anak sekolah yang datang. Mereka berfoto-foto di depan setiap gerai museum yang mereka kunjungi. Brosur dan poster Museum Geologi sudah sangat menipis persediaannya. Banyak pengunjung yang meminta brosur dan poster tersebut. Tak apa lah. Mudah-mudahan semua itu dapat memperluas penyebaran informasi tentang geologi kepada masyarakat.
Ruangan pameran dingin sekali. Pendinginnya rupanya sangat kuat sampai-sampai para penjaga gerai pameran bolak-balik ke kamar kecil. Aku mulai merasakan tidak enak di hidung akibat dinginnya suhu ruangan ini.

Sambil menunggui gerai pameran kami berkenalan dengan sesama peserta. Ajang seperti ini sangat bagus untuk membangun jaringan dan memperluas wawasan. Apalagi ini kesempatan bertemu dengan sesama insan museum se-Tanah Air. Kartu nama harus selalu tersedia di ajang begini karena ini dapat menjadi sarana kita untuk berkomunikasi setelah pameran selesai kelak. 

Pameran begini biasanya kami mendapatkan gagasan baru yang terinspirasi dari obrolan dengan pengunjung yang datang ke gerai kami, atau dari teman-teman sesama insan museum. Kami ingin agar pameran-pameran berikutnya dapat menampilkan rancangan baru meskipun informasi yang disampaikan tidak jauh berbeda.

Saya sendiri berkenalan dengan seorang anak muda yang sedang menulis ensiklopedi tentang Indonesia. Wah, dia bersemangat sekali! Saya pun tak kalah bersemangatnya! Obrolan kami seru. Kami langsung nyambung. Pertemuan yang disyukuri oleh kedua belah pihak. Silaturahim semacam ini sering datang tak terduga pada kesempatan-kesempatan pameran ataupun seminar. Kesempatan untuk bekerja sama dalam pameran ataupun acara lainnya terbuka dengan cara seperti ini. Tentunya ini merupakan tabungan masa depan. Kerja sama tidak akan datang saat itu juga, tetapi orang yang sudah kita kenal di pameran ataupun seminar ternyata sering menghubungi kembali beberapa waktu kemudian ketika mereka akan menyelenggarakan suatu kegiatan dan membutuhkan narasumber. Ajakan berpameran pun sering datang dengan cara seperti ini.

Senin, 03 Desember 2012

Diskusi film SANG PERINTIS

Tanggal 10 November yang lalu Museum Konperensi Asia Afrika bekerja sama dengan Museum Geologi menyelenggarakan diskusi film dokumenter berjudul SANG PERINTIS. Film ini merupakan produksi Studio Audio Visual Museum Geologi (Stegodon Studio) dan pemutaran perdananya dilaksanakan bertepatan dengan ulang tahun Museum Geologi ke-80 pada tahun 2009. Film ini mengisahkan perjuangan dua orang pribumi pertama yang menjadi ahli geologi sehingga mereka berdua layak disebut sebagai tokoh bumiputera yang menjadi perintis di bidang geologi dan pertambangan. Museum Konperensi Asia Afrika berinisiatif memutar film ini dalam rangka memperingati Hari Pahlawan 10 November 2012. Harapannya, tentu saja, agar generasi muda Indonesia dapat mengambil teladan dari kedua tokoh ini. Berikut foto-foto selama diskusi berlangsung.

Poster
Poster yang disebarkan kepada umum (sumber: MKAA)

Moderator (kiri) dan para narasumber (sumber: MKAA)

PLH Kepala Museum KAA menyampaikan pidato sambutan  (sumber: MKAA)


Sebagian peserta diskusi (sumber: MKAA)

Penyerahan cenderamata kepada keluarga Soenoe Soemosoesastro (sumber: MKAA)

Sabtu, 03 November 2012

Toloooong!

Berita yang membuat saya miris. Di mana dan bagaimana peran negara menyikapi hal ini?

Museum Adam Malik bangkrut, Prasasti Shankara dijual ke loak
Rabu, 31 Oktober 2012 09:46:47
Bangkrut dan tutupnya Museum Adam Malik pada tahun 2005-2006 berdampak pada hilangnya peninggalan purbakala yang memiliki nilai sejarah yang sangat tinggi. Sebuah prasasti yang menjelaskan bahwa di Pulau Jawa hanya ada satu dinasty atau wangsa Sailendra telah hilang jejaknya.

Sebab saat Museum Adam Malik ditutup, beberapa benda-benda purbakala termasuk Prasasti Raja Sankhara yang sering juga disebut sebagai Prasasti Adam Malik ini sudah hilang terjual ke seorang tukang loak.

Akibatnya, benda yang merupakan peninggalan Kerajaan Mataram Kuno atau Modang ini tidak diketahui keberadaanya oleh Pusat Arkeologi Nasional. Kesulitan untuk melacak keberadaan benda kuno inipun dialami sebab ahli waris almarhum mantan Wakil Presiden Indonesia Adam Malik itu menjualnya ke seorang tukang loak yang kebetulan lewat di depan museum yang sekaligur menjadi rumah itu.

"Kalau menjualnya ke seorang kolektor kita masih bisa mendata atau menginventarisir. Tetapi ini dijual kepada seorang tukang loak yang kebetulan lewat di depan rumah bagaimana kita bisa menemukannya," ungkap Peneliti Pusat Arkeologi Nasional Bambang Budi Utomo Selasa (30/10) di sela-sela acara World Writers & Cultural Festival 2012 di Hotel Manohara, Kompleks Taman Wisata Candi Borobudur Magelang, Jateng.

Prasasti yang mempunyai panjang 75 cm, mirip pepunden warna abu-abu itu dibeli oleh mendiang Adam Malik dari seorang kolektor dari Sragen, Jateng. Pembelian itu dilakukan oleh Adam Malik saat dulu dia menjabat sebagai Menteri Luar Negeri di masa Orde Baru saat Presiden Soeharto menjabat. Keberadaan prasasti ini sangat penting sekali untuk menelusuri sejarah dan kebenaran. Sebab, prasasti Raja Sankhara berasal dari abad ke 8 masehi.

Dalam prasasti disebutkan seorang Raja Sankhara berpindah agama karena agama Siwa yang dianut adalah agama yang ditakuti banyak orang. Raja Sankhara pindah agama ke Buddha karena di situ disebutkan sebagai agama yang welas asih. Akibat ajaran itu, ayah Raja Sankhara, wafat setelah sakit selama 8 hari. Sankhara takut akan ‘Sang Guru’ yang tidak benar, kemudian meninggalkan agama Siwa, menjadi pemeluk agama Buddha Mahayana dan memindahkan pusat kerajaannya ke arah timur.

Isi prasasti Raja Sankhara ini secara garis besar sesuai dengan kisah dalam Carita Parahyangan di mana disebutkan bahwa Raja Sanjaya menyuruh anaknya Rakai Panaraban (Rakai Temperan) untuk berpindah agama, karena agama Siwa yang dianutnya ditakuti oleh semua orang. Siwa sendiri dalam ajaran Hindu merupakan sosok dewa perusak.

Menurut Poerbatjaraka dan pustaka di Arsip Nasional Indonesia 2, Sanjaya dan keturunannya itu ialah raja-raja dari wangsa Sailendra, asli Nusantara, yang semula menganut agama Siwa, tetapi Panamkaran berpindah agama menjadi penganut agama Buddha Mahayana. Isi prasasti Raja Sankhara juga sesuai dengan Prasasti Sojomerto yang kini disimpan di lokasi penemuannya di Pekalongan, yang menyebutkan tentang Dapunta Sailendra yang dianggap sebagai cikal bakalnya dinasti Sailendra.

Baik prasasti Sojomerto ataupun prasasti Raja Sankhara, ditambah penafsiran atas naskah Carita Parahyangan, mendukung teori bahwa Sailendra adalah wangsa tunggal yang merupakan keluarga penguasa asli Nusantara yang menggunakan bahasa Melayu kuno sebagai bahasa sehari-harinya seperti tertulis dalam prasasti-prasasti peninggalan wangsa ini.

"Temuan-temuan ini sekaligus membantah teori populer mengenai persaingan dua wangsa beda agama; wangsa Sailendra yang Buddha dan wangsa Sanjaya yang Hindu yang diajukan Bosch dan de Casparis. Karena menurut prasasti Sojomerto dan Raja Sankhara, Sanjaya dan keturunannya adalah anggota wangsa Sailendra, dan wangsa ini sebelumnya adalah pemuja Siwa, sebelum akhirnya Panangkaran berpindah keyakinan menjadi penganut Buddha Mahayana,"ungkap Bambang.

Hilangnya jejak benda bersejarah itu sebetulnya sudah lama dilaporkan ke Dirjen Cagar Budaya dan Permuseuman. Namun, tidak ada upaya dari pemerintah dan lembaga itu untuk melakukan pencarian dan pelacakan benda bernilai sejarah tinggi itu.

"Sudah lapor ke Direktorat Purbakala sekarang namanya Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman. Lapor sejak ada lima tahun yang lalu. Ke Dirjen juga tidak ditanggapi. Alasanya nggak ada laporan dari ahli waris. Tidak mungkin khan masak yang menjual melaporkan?' ujar Bambang.

Tidak hanya prasasti Raja Sankara saja yang dulu menjadi koleksi di Museum Adam Malik itu. Dulu sebuah arca Ghanesa yang berada di Pulau Panitan hilang dari tempat aslinya. Setelah dicari-cari ternyata ada di Museum Adam Malik yang didirikan saat Adam Malik jadi Wapres. Bambang berkeyakinan benda bernilai sejarah tinggi itu masih berada di Indonesia dan tidak akan pernah berhasil jika dilarikan ke luar negeri.

"Akan ketahuan orang bea cukai nilainya tinggi tapi nggak ada harganya. Sekarang bea cukai ketat terhadap peninggalan. Sebuah wayang kulitpun akan dicek dengan petugas bea dan cukai jika memang wayang itu wayang peninggalan bersejarah kuno dan langsung akan dilaporkan ke kita," jelas Bambang.

Bambang menambahkan, benda-benda bersejarah yang mengandung nilai sejarah sampai saat ini banyak tersebar di tangan-tangan kolektor. Sebetulnya, jika dilaporkan Badan Arkeologi hanya untuk diinventarisir dan didata walaupun benda tetap dipertahankan di tempat sang kolektor.

"Masih banyak yang tersebar ke perseorangan dan kolektor, seperti di Pak Jalil kolektor di jalan Kemang, Pak Hasyim di Museum Radya Pustaka. Sejak reformasi 98 peredaran benda-benda cagar budaya tidak teratur dan nggak bener. Banyak bangunan bersejarah yang terbengkalai,"ungkap Bambang.

Selain itu, upaya pembongkaran dan perusakan itu juga didukung dan dibekingi oleh para pejabat yang duduk di partai politik yang dekat dengan poros kekuasaan. Tidak hanya benda-benda purbakala saja, pengerusakan dan pemusnahan bangunan kuno bersejarah juga dilakukan tanpa pertimbangan tempat itu bagian dari sejarah.

"Termasuk bekas bangunan kantor Purbakala sendiri di Jl Cilacap Jakarta dibongkar juga. Ya maaf kalau dari anda ada orang Demokrat. Orang Demokrat yang ada di belakang mereka. Rumah cantik di Teuku Cik Di Tiro, Menteng kabarnya Ibas (Putra Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono) yang ada di belakang mereka. Juga di tempat lain Pabrik Es yang dipertahankan sama Jokowi yaitu di Saripetojo," pungkas Bambang.
[hhw]

Sabtu, 13 Oktober 2012

Museum Fatigue (2)

Bagaimana menghindari sindrom museum fatigue? Ada dua tips sederhana yang dapat Anda lakukan untuk menghindari sindroma ini:
1. Sebelum melakukan kunjungan ke sebuah museum sebaiknya pastikan Anda mengetahui jam operasional museum  sehingga Anda dapat memperkirakan kapan kira-kira waktu yang tidak terlalu ramai pengunjung di museum tersebut. Dengan demikian Anda akan lebih leluasa menikmati objek di museum tanpa banyak terganggu oleh pengunjung lain.

 2. Mintalah brosur museum terlebih dahulu kepada petugas museum. Brosur museum dapat membantu Anda untuk memusatkan perhatian pada objek-objek tertentu yang menarik perhatian Anda. Anda tidak mungkin dapat melihat semua objek di museum sekaligus. Bila Anda memaksakan diri melakukan hal ini maka Anda akan cepat lelah dan bosan sehingga tidak mendapatkan pemahaman optimal tentang objek yang ditampilkan. Jika Anda merasa belum puas pada kunjungan pertama, kembalilah lagi di lain waktu. Pada kunjungan berikutnya ini mungkin Anda akan memusatkan perhatian pada objek yang lain lagi dan pengetahuan Anda akan bertambah secara bertahap tanpa harus lelah karena sindroma museum fatigue.

Selamat mencoba!

Kamis, 09 Agustus 2012

Museum fatigue


Ada yang pernah mendengar kalimat di atas? Saya menemukan kalimat tersebut ketika sedang berselancar di dunia maya. Konsep museum fatigue telah muncul sekitar tahun 1920-an dan 1930-an di Amerika Serikat. Museum fatigue adalah kondisi ketika perhatian pengunjung museum pada objek semakin berkurang seiring dengan semakin lamanya waktu kunjungan (museum visitor interest towards exhibits decreased as visits progressed). 

Urban Dictionary mendefinisikan museum fatigue sebagai berikut: The type of exhaustion you get from walking from place to place, stopping, thinking about what you are seeing, then continuing. This happens often in a museum. (Jenis kelelahan yang amat sangat yang terjadi karena kita berjalan dari satu tempat ke tempat lain, berhenti, berpikir mengenai apa yang kita lihat, lalu berjalan lagi. Hal seperti ini sering terjadi di museum). Sepertinya ini istilah yang asing di telinga namun kenyataannya kebanyakan dari kita pernah mengalaminya.

Saya sendiri pernah mengalami hal seperti ini. Bukan hanya di museum melainkan juga di mal. Awalnya kita melihat-lihat objek dengan perhatian penuh sambil terus berjalan ke objek atau etalase berikutnya. Lambat-laun perhatian kita menurun dan kita hanya melihat sekilas saja pada objek-objek berikutnya. Mata kita terlanjur lelah karena banyaknya objek yang harus kita lihat, kita juga mulai sering menguap sebagai tanda kebosanan, serta kaki kita mulai pegal karena berdiri lama. Ujung-ujungnya kita mencari tempat duduk (dan kesal bila ternyata di tempat tersebut tidak ditemukan bangku atau apa pun yang dapat dijadikan tempat duduk). Menurut penelitian Gareth Davey rentang perhatian pengunjung museum umumnya berkisar antara 30-45 menit. Setelah itu berkurang hingga tingkat yang paling bawah. Gareth Davey menyebutkan dua hipotesis untuk menjelaskan penyebab museum fatigue ini, yaitu:
1.    Faktor fisik pengunjung itu sendiri: kelelahan fisik yang dialami pengunjung ketika dia berjalan mengamati objek di museum.
2.   Faktor lingkungan: lingkungan yang ada di museum membuat pengunjung lelah (misalnya tata pameran yang terlalu padat, atau terlalu banyak tulisan; termasuk di dalam faktor lingkungan adalah arsitektur gedung museum).
Bagaimana cara mengatasi museum fatigue ini? Nantikan tulisan berikutnya.

Kamis, 12 Juli 2012

Gagasan menarik

DiMenna Children's History Museum di New York adalah sebuah museum sejarah yang dikhususkan untuk anak-anak. Museum ini merancang games museum untuk anak-anak yang diwujudkan dalam bentuk mengenal karakter yang pernah ada dalam sejarah imigran Belanda di New York. Museum ini  berada di bawah New-York Historical Society. Untuk lebih jelasnya silakan klik situs web gambar di bawah ini.




Jumat, 22 Juni 2012

Museum Herge



Sumber gambar: http://www.tintin.com/

Siapa yang tak kenal Tintin, sang reporter yang petualangannya menggetarkan hati? 
Museum ini berisi perjalanan hidup salah seorang seniman terbesar di abad keduapuluh, Herge,  melalui karya-karya sang seniman yang terdiri atas lebih dari 80 buah plat orisinal, 800 foto, dokumen, dan objek lainnya. Herge adalah seniman dengan bakat majemuk. Dia adalah seorang desainer grafis, penggambar karikatur dan kartun, ilustrator, sekaligus juru dongeng. Komik rekaannya bukan hanya Tintin, melainkan masih banyak lagi. Untuk lebih lengkapnya silakan jalan-jalan secara virtual ke museum ini. Brosur museum dapat diunduh di sini.
http://www.contemporist.com/2009/06/03/the-herge-museum-by-christian-de-portzamparc/


Sumber gambar: http://www.eyeflare.com/article/herge-museum-brussels/

Kamis, 21 Juni 2012

Geobatik

Batik merupakan karya seni khas Indonesia yang telah dikenal luas di masyarakat kita, bahkan hingga ke mancanegara. Alam menjadi sumber inspirasi bagi seniman batik untuk menuangkan gagasannya. Binatang dan tumbuhan kerap dijadikan ragam hias dan motif pada kain batik. Kini ada terobosan unik  yang dilakukan oleh salah seorang pensiunan pegawai Museum Geologi. Sang geolog yang acap mengintip berbagai jenis batuan dan mineral serta fosil di bawah kaca mikroskop itu kini membagi pengalamannya kepada masyarakat. Batuan, mineral, dan fosil yang biasanya diakrabi oleh ahli geologi kini bisa tampil cantik menjadi motif batik berkat kerja keras Bapak Priharjo Sanyoto dan kawan-kawannya di Georesearch.  Melalui penelitian yang dirintis sejak tahun 2001 kini Georesearch telah menghasilkan berbagai motif batik yang berasal dari motif sayatan tipis batuan, mineral, dan fosil.  Memang, batuan, mineral, fosil memiliki warna dan pola yang indah jika dilihat di bawah kaca mikroskop. Nah,  kini  masyarakat dapat menikmati keindahan batuan, mineral, dan fosil melalui produk yang diberi nama Geobatik ini. Silakan mencermati.





Foto-foto oleh Julimar