Pinjam-meminjam koleksi merupakan hal yang lazim bagi museum, dan ini adalah salah satu pekerjaan fundamental museum. Koleksi museum adalah milik publik, oleh karena itu publik berhak pula menikmatinya. Museum-museum tertentu memiliki jenis koleksi tertentu yang tidak dimiliki oleh museum lainnya. Itu sebabnya pinjam-meminjam koleksi menjadi hal yang diperbolehkan selama keamanan koleksi terjamin. Museum-museum di negara-negara maju sudah lazim saling meminjam koleksi. Bahkan museum sekaliber The British Museum pun tidak luput dari kegiatan pinjam-meminjam koleksi untuk pameran-pameran tematik tertentu.
Hal sangat penting yang perlu diperhatikan dalam pinjam-meminjam koleksi adalah faktor keamanan koleksi, sejak dikeluarkan dari tempat penyimpanan di museum asal hingga pengangkutan ke dan peragaan di museum tujuan. Faktor keamanan menjadi hal utama karena sering kali koleksi yang akan dipinjam merupakan koleksi penting atau bahkan satu-satunya, yang tidak mungkin diperoleh kembali seandainya rusak atau hilang. Beberapa museum di negara-negara maju sudah memiliki peraturan dan kebijakan terkait pinjam-meminjam ini. Dalam peraturan tersebut dijelaskan hak dan kewajiban kedua belah pihak (yang meminjam dan yang meminjamkan). Bahkan diatur pula benda koleksi mana dan apa yang boleh dan tidak boleh dipinjam/dipinjamkan, serta siapa yang bertanggung jawab dalam proses pengangkutan dan penataan di peragaan. Di Indonesia hal ini belum berjalan baik, bahkan mungkin tidak ada kebijakan semacam ini. Beberapa kali terjadi pada museum kami, peminjaman oleh pihak lain tidak disertai dengan jaminan kuat menyangkut keamanan benda koleksi. Meminjam koleksi museum seperti meminjam beras ke tetangga saja.
Sudah saatnya, kalau tidak mau dikatakan terlambat, museum-museum di Tanah Air memikirkan hal ini. Tidak terkecuali museum-museum kecil, atau milik perorangan. Museum Nasional menurut hemat saya dapat menjembatani hal ini karena museum ini menjadi induk bagi museum-museum di Tanah Air. Perlu segera disusun prosedur dan kebijakan pinjam-meminjam koleksi. Setelah disusun tentu saja harus diimplementasikan secara nyata. Tidak perlu membuat lokakarya besar-besaran yang membutuhkan banyak biaya. Yang penting, koleksi di museum-museum Tanah Air dapat dikenal publik sekaligus terjamin keamanannya agar dapat terus dinikmati oleh generasi setelah kita.
Bagaimana? Siapkan kita merumuskan peraturan dan kebijakan itu?
Minggu, 31 Oktober 2010
Rabu, 27 Oktober 2010
Museum dan koleksi foto-foto lama
Apa yang dapat kita lakukan dengan foto-foto lama? Museum bersejarah biasanya memiliki sejumlah koleksi foto lama, baik foto museum itu sendiri maupun foto-foto lain tentang kurun waktu tertentu. Foto-foto seperti ini biasanya langka dan menjadi koleksi yang menarik, dan dapat menjadi komponen kuat dalam koleksi museum. Foto yang menangkap suasana tertentu dalam waktu dan tempat tertentu di masa lalu dapat menjadi jendela untuk meneropong masa lalu. Karena sifat foto yang statis maka foto dapat menjadi artefak dalam sebuah peragaan di museum. Di balik sisi statis sebuah foto, terdapat kemampuan foto untuk “berbicara” kepada siapapun yang melihat dan menatapnya. Foto memberi kita kesempatan untuk berimajinasi membangun suasana sesuai dengan yang ditampilkannya.
Oleh karena itu, meskipun foto lama merupakan arsip untuk masa depan, akan jauh lebih baik jika museum memamerkan foto-foto lama tersebut kepada pengunjung dalam sebuah peragaan khusus. Bantuan teknologi modern yang sangat berkembang pesat dewasa ini akan memberi nilai tambah pada koleksi foto lama. Foto-foto lama dapat ditampilkan berbeda dengan sedikit modifikasi untuk menambah kesan artistiknya. Orang biasanya tertarik melihat koleksi foto lama, meskipun mereka tidak memiliki ikatan emosional dan personal dengan apa yang ada dalam foto tersebut. Berikut ini beberapa gagasan untuk koleksi foto lama yang ada di museum.
1. Pameran foto. Dengan adanya alat pemindai kita dapat memindai foto-foto lama untuk menghindari kerusakan yang bisa terjadi pada benda aslinya. Hasil pemindaian ini dapat dipamerkan kepada publik. Digitalisasi foto merupakan bagian penting dari kegiatan museum. Jika foto asli yang dipamerkan, dikhawatirkan foto akan pudar terpapar cahaya lampu di area peragaan. Jika dipindai maka kekhawatiran tersebut bisa diminimalisir seoptimal mungkin. Setelah dipindai foto-foto asli disimpan dalam tempat khusus, dan hasil pindaian ini saja yang diolah untuk berbagai keperluan.
2. Diskusi atau ceramah umum dengan memanfaatkan koleksi foto lama. Seperti telah dikemukakan sebelumnya, orang biasanya tertarik melilhat foto-foto lama. Buatlah kegiatan khusus, misalnya ceramah umum, berdasarkan koleksi foto yang kita miliki. Pertama, pilih tema apa yang akan disampaikan. Misalnya, tentang para kepala negara yang mengikuti Konperensi Asia Afrika (untuk Museum KAA), tentang kegiatan pertambangan di zaman Belanda (untuk Museum Geologi), tentang kantor pos di zaman Belanda (untuk Museum Pos), dan seterusnya. Banyak pesan yang dapat kita sampaikan melalui kegiatan semacam ini, mulai dari masalah lingkungan, sejarah kota, kondisi sosial budaya, pelestarian bangunan dan kawasan bersejarah, dan lain sebagainya.
3. Pameran foto secara online. Unggah foto-foto lama ke situs museum kita atau situs jejaring sosial. Pilih foto secara periodik (misalnya per minggu) dan undang orang untuk mengomentari atau memberikan kesannya tentang foto yang ditampilkan. Bisa juga kita memancing orang untuk menebak foto yang ditampilkan.
4. Menerbitkan koleksi foto dalam bentuk buku. Buku yang berisi koleksi foto lama akan menjadi daya tarik tersendiri di toko cendera mata museum. Apalagi jika foto-foto itu berkaitan erat dengan museum itu sendiri. Pilih foto-foto terbaik, lakukan studi khusus dan kumpulkan data sebanyak mungkin tentang peristiwa yang terekam dalam koleksi foto lama kita agar kita dapat memberikan keterangan detil dan akurat kepada orang yang menikmati foto-foto tersebut. (Julimar 27/10/2010).
Minggu, 24 Oktober 2010
Oleh-oleh dari Belanda
Sudah seminggu saya tidak mengisi blog ini. Perjalanan ke luar kota secara beruntun membuat saya kesulitan mencari waktu untuk menulis. Cadangan tulisan pun sudah habis. Mohon maaf atas semua ini. Selama seminggu terakhir saya sama sekali tidak dapat terhubung ke internet.
Hari ini, ketika membuka akun facebook, ada pesan singkat dari dosen saya. Beliau baru saja melawat ke Belanda dan berkunjung ke sebuah museum di Leiden. Ini oleh-olehnya:
Saya masuk museum (pameran kebudayaan Egypt) di Leiden. Lobby-nya dibagi 4 bagian.
1. Informasi dan penjualan ticket
2. Cafe
3. Tempat bermain anak2 usia di bawah yang boleh masuk ke pameran, ada pengasuhnya
4. Tempat menyimpan jacket, locker untuk barang2 yg tidak boleh dibawa masuk
Wah, menyenangkan sekali ya tampaknya jika kita masuk museum yang memiliki fasilitas seperti itu. Apa yang dikemukakan dosen saya itu merupakan unsur penting dalam pelayanan pengunjung. Jika pengunjung mendapat kenyamanan seperti itu tentu dia akan betah berlama-lama di museum, dan bukan tak mungkin suatu saat akan kembali lagi. bahwa museum dibutuhkan oleh masyarakat. Kunjungan berulang ke museum merupakan salah satu indikator bahwa museum dibutuhkan oleh masyarakat.
![]() |
| www.archaeology.leiden.edu |
Pameran itu sendiri adalah pameran tentang sihir di kalangan orang Mesir Kuno. Dalam pameran ini dipamerkan sekitar 400 koleksi Mesir Kuno yang dipinjam dari berbagai museum terkemuka di dunia (di antaranya The British Museum dan Louvre). Pameran berlangsung dari 18 Oktober 2010 hingga 13 Maret 2011. Tanggal 22 November nanti akan diselenggarakan pula sebuah simposium sebagai bagian dari rangkaian pameran tersebut. Sebuah presentasi terkait topik ini dapat diunduh di sini.
Minggu, 17 Oktober 2010
Penanganan dan Pengepakan Objek Museum
Manusia dianggap salah satu penyebab ekstrinsik atas rusaknya objek koleksi museum. Perbuatan manusia yang menyebabkan kerusakan adalah ketidakpedulian mereka untuk merawat spesimen sesuai dengan persyaratan yang dibutuhkan oleh setiap objek. Termasuk di dalamnya adalah penanganan, perawatan, perbaikan, penyimpanan dan pemindahan yang tidak sesuai prosedur. Ketidakpedulian ini merupakan penyebab terbesar rusaknya sebagian besar koleksi museum.
![]() |
| Pameran fosil gajah Blora di Museum Geologi (www.matanews.com) |
Prosedur standar menangani koleksi/objek di museum di antaranya memakai sarung tangan ketika bersentuhan dengan objek, atau memakai masker. Banyak pegawai museum mengabaikan prosedur standar ini dalam mengelola objek/koleksi museum. Alasannya sepele: gak mau ribet! Padahal prosedur standar tersebut selain melindungi koleksi, juga melindungi diri si pegawai itu sendiri. Tentunya ini jauh lebih penting.
Pemakaian sarung tangan sangat penting ketika menyentuh benda koleksi museum, apapun jenisnya. Sarung tangan dapat menghindarkan keringat mengotori objek. Jika keringat kita jatuh di benda logam maka akan menimbulkan karat pada logam tersebut. Selain itu, sarung tangan juga melindungi kita dari kemungkinan terkena kontaminasi ataupun materi perusak lainnya yang dapat menimbulkan masalah pada kesehatan kita (misalnya alergi debu, atau alergi lain yang disebabkan oleh jasad renik yang menempel pada objek). Museum-museum seni dan arkeologi harus lebih ketat memberlakukan ketentuan ini.
Oleh karena itu area kerja di museum seharusnya terjaga kerapian dan kebersihannya, baik dari debu maupun dari serangga yang dapat menyebabkan kerusakan pada objek. Tempat kerja yang tidak tertata rapi juga bisa mengundang kecelakaan kerja. Misalnya, anda bisa saja tersandung pada satu dua peralatan kerja yang berantakan ketika sedang merekonstruksi sebuah objek. Akibatnya, benda koleksi berharga yang sedang Anda pegang terjatuh, dan hancur berkeping-keping. Demikian pula dengan koleksi fosil. Fosil pun membutuhkan perawatan khusus, terutama membersihkannya dari jasad renik yang menggerogotinya. Yang tidak kalah pentingnya untuk dirawat adalah label koleksi, baik di ruang peragaan maupun di ruang penyimpanan. Jika label rusak dan tidak dapat dibaca lagi maka hilanglah informasi tentang sebuah objek/koleksi museum.
Beberapa pedoman yang dapat digunakan jika akan memindahkan objek di museum:
- Jika akan memindahkan sebuah objek, maka objek tersebut harus ditempatkan dalam wadah/nampan yang stabil.
- Jika perlu, ganjallah objek dengan busa atau styrofoam untuk menjaga kestabilannya ketika dipindahkan.
- Jangan mengangkat objek dengan tangan kosong (tanpa wadah, ataupun pelindung).
- Jika memindahkan objek, jangan mengangkat di bagian yang rawan patah/pecah. Untuk fosil, peganglah di bagian yang paling masif (jangan di sambungan sendi, ataupun di ujung objek).
- Pindahkan objek satu per satu. Jangan memindahkan beberapa objek sekaligus, apalagi dengan cara ditumpuk satu sama lain.
- Objek yang panjang (misalnya fosil gading gajah, atau fosil tulang-tulang panjang) harus dibawa/dipindahkan dengan posisi horisontal.
- Objek yang sangat berat harus diangkat oleh sejumlah besar orang yang disesuaikan dengan berat objek tersebut. Kerja sama tim sangat diperlukan ketika mengangkat objek-objek berukuran besar dan berat (misalnya pemindahan fosil tengkorak gajah Blora).
- Jika akan memindahkan objek dari tempat yang berbeda suhu dan kelembabannya, maka pengepakan dan penempatan objek tersebut di tempat baru harus mempertimbangkan perbedaan tersebut.
Kesimpulan
Area penyimpanan di sebuah museum harus dijaga kebersihan dan kerapiannya sebagaimana halnya di ruang peragaan. Setiap objek harus disimpan berdasarkan kategori masing-masing. Hal ini untuk memudahkan pencarian dan perawatan. Objek sejenis tentunya membutuhkan perawatan serupa. Beberapa jenis objek membutuhkan suhu dan kelembaban khusus, maka simpanlah objek tersebut di ruangan yang memang dirancang khusus untuk keperluan tersebut.
Area penyimpanan di sebuah museum harus dijaga kebersihan dan kerapiannya sebagaimana halnya di ruang peragaan. Setiap objek harus disimpan berdasarkan kategori masing-masing. Hal ini untuk memudahkan pencarian dan perawatan. Objek sejenis tentunya membutuhkan perawatan serupa. Beberapa jenis objek membutuhkan suhu dan kelembaban khusus, maka simpanlah objek tersebut di ruangan yang memang dirancang khusus untuk keperluan tersebut.
Sabtu, 16 Oktober 2010
Penyuluhan Geologi di Kabupaten Serang, Banten
Apa kabar? Tiga hari terakhir saya tidak mengisi blog ini. Kesibukan kantor membuat saya tidak bisa menyempatkan diri membuat tulisan. Selama tiga hari tersebut saya terlibat kegiatan penyuluhan geologi kepada guru-guru geografi se-Kabupaten Serang, Propinsi Banten. Kegiatan penyuluhan ini merupakan program rutin Museum Geologi dalam rangka menyebarluaskan informasi geologi kepada masyarakat, dalam hal ini guru-guru. Guru adalah ujung tombak pendidikan dan pengajaran di negeri kita. Melalui mereka diharapkan anak didik akan mendapatkan pemahaman mengenai lingkungan alam tempat mereka tinggal, dan dengan demikian mendorong mereka untuk mencintai dan merawat lingkungannya. Dengan demikian, diharapkan akan tercipta kelestarian lingkungan yang akan terus dinikmati oleh anak cucu kita kelak.
Penyuluhan dilaksanakan selama dua hari, hari pertama untuk guru-guru SLTP/sederajat, dan hari kedua untuk guru-guru SLTA/sederajat. Para pemakalah adalah ahli geologi yang berpengalaman di bidangnya masing-masing. Selain itu ada pula ahli biologi yang membahas fosil, ahli arkeologi yang membahas potensi arkeologis setempat, serta seorang praktisi museum yang membahas masalah permuseuman.
Diharapkan kegiatan semacam ini akan memicu dan memacu para guru untuk terus meningkatkan pengetahuannya, melakukan inovasi dalam metode belajar-mengajar, serta membuat anak didik lebih terbuka menerima informasi baru yang didapat guru mereka.
Penyuluhan dilaksanakan selama dua hari, hari pertama untuk guru-guru SLTP/sederajat, dan hari kedua untuk guru-guru SLTA/sederajat. Para pemakalah adalah ahli geologi yang berpengalaman di bidangnya masing-masing. Selain itu ada pula ahli biologi yang membahas fosil, ahli arkeologi yang membahas potensi arkeologis setempat, serta seorang praktisi museum yang membahas masalah permuseuman.
Diharapkan kegiatan semacam ini akan memicu dan memacu para guru untuk terus meningkatkan pengetahuannya, melakukan inovasi dalam metode belajar-mengajar, serta membuat anak didik lebih terbuka menerima informasi baru yang didapat guru mereka.
Selasa, 12 Oktober 2010
Apakah fosil bisa dibuat?
![]() |
| Foto: wikimedia.org |
Kalau ada fosil yang bisa dibuat oleh manusia dengan teknologi tertentu namanya adalah “fosil buatan”. Fosil buatan ada 2 jenis, yaitu replika (cetakan) dan rekayasa (tiruan).
Fosil replika merupakan turunan/cetakan sesuai dengan fosil aslinya, hanya saja dibuat dari bahan kimia tertentu seperti gipsum, silikon atau fibre glass. Replika ini secara ilmiah dapat dipertanggungjawabkan sebagai data penelitian, karena sesuai dengan aslinya. Sedangkan fosil rekayasa dapat merupakan tiruan ataupun hasil karya seni yang sarat dengan subyektivitas keinginan sang pembuat, bahkan kadang dapat mengarah kepada pemalsuan yang mungkin tidak disadari. Secara ilmiah jenis ini tidak dapat dijadikan data, karena fosil buatan biasanya adalah berasal dari sisa kehidupan sekarang yang diproses dengan cara tertentu agar mengeras seperti batu dan kelihatan kusam seperti barang berumur tua.
Perbandingan replika dengan rekayasa/patung, seperti halnya potret dengan lukisan.
Perbandingan replika dengan rekayasa/patung, seperti halnya potret dengan lukisan.
(Sinbas, 2006, dari berbagai sumber)
Senin, 11 Oktober 2010
Lalayaran di Cikapundung
Naik Perahu di Cikapundung Demi Lestari Sungai
Sabtu, 9 Oktober 2010 12:50 WIB
Bandung (ANTARA News) - Untuk kedua kalinya Wakil Walikota Bandung Ayi Vivananda mengajak warga Dago Pojok berperahu mengarungi Sungai Cikapundung, disusul penebaran 10 ribu bibit ikan mulai tanggul PDAM hingga Sasana Budaya Ganesha.
"Mudah-mudahan bisa dilaksanakan sebulan sekali, disertai penanaman vegatasi pohon dan menebar bibit ikan, dan ke depan selanjutnya bisa dilakukan oleh masyarakat secara mandiri," kata Ayi di Dago Pojok, Sabtu.
Ayi berharap kegiatan seni di sepanjang sungai mulai digiatkan masyarakat sehingga kegiatan wisata air bisa diwujudkan guna menarik perhatian baik warga Bandung maupun wisatawan luar.
"Cikapundung sangat potensial dijadikan pusat wisata arung jeram karena memiliki kelebihan berada di tengah kota sehingga mudah dijangkau wisatawan," tambahnya.
Gerakan Cikapundung Bersih menggulirkan berbagai kegiatan, diantaranya revitalisasi sungai dengan pengangkutan sampah dan pengerukan sedimentasi mulai Curug Dago hingga PLN.
Menurut Ayi, normalisasi sungai dari arah hulu hingga Sabuga dilakukan dengan menghijaukan kembali tepian sungai, mengeruk dasar sungai, memperbaiki kirmir dan menyingkirkan sampahnya.
"Makna dan filosofi dari program ini, adalah mimpi besar warga Bandung supaya semua sungai yang berjumlah 40, dapat berwujud indah, bersih dan dijadikan budaya air," katanya. (*)
ANT/AR09
"Mudah-mudahan bisa dilaksanakan sebulan sekali, disertai penanaman vegatasi pohon dan menebar bibit ikan, dan ke depan selanjutnya bisa dilakukan oleh masyarakat secara mandiri," kata Ayi di Dago Pojok, Sabtu.
Ayi berharap kegiatan seni di sepanjang sungai mulai digiatkan masyarakat sehingga kegiatan wisata air bisa diwujudkan guna menarik perhatian baik warga Bandung maupun wisatawan luar.
"Cikapundung sangat potensial dijadikan pusat wisata arung jeram karena memiliki kelebihan berada di tengah kota sehingga mudah dijangkau wisatawan," tambahnya.
Gerakan Cikapundung Bersih menggulirkan berbagai kegiatan, diantaranya revitalisasi sungai dengan pengangkutan sampah dan pengerukan sedimentasi mulai Curug Dago hingga PLN.
Menurut Ayi, normalisasi sungai dari arah hulu hingga Sabuga dilakukan dengan menghijaukan kembali tepian sungai, mengeruk dasar sungai, memperbaiki kirmir dan menyingkirkan sampahnya.
"Makna dan filosofi dari program ini, adalah mimpi besar warga Bandung supaya semua sungai yang berjumlah 40, dapat berwujud indah, bersih dan dijadikan budaya air," katanya. (*)
ANT/AR09
COPYRIGHT © 2010
Ikuti berita terkini di handphone anda http://m.antaranews.com
Minggu, 10 Oktober 2010
Museum tradisional vs. Museum modern
Museum sebagai sebuah lembaga terus mengalami perkembangan. Pemikiran-pemikian baru mengenai pengelolaan museum terus bermunculan, terutama di negara-negara maju. Di Indonesia sendiri pemikiran tentang permuseuman masih sangat terbatas, jika tidak mau dikatakan stagnan. Museum-museum di Indonesia sepanjang pengetahuan saya masih berada pada tahap perkembangan museum-museum di Eropa dan Amerika Serikat tahun 1950-an. Dalam literatur permuseuman dikenal istilah museum modern dan museum tradisional. Apa dan bagaimanakah museum tradisional dan museum modern itu?
Hauenschild (1988) mengemukakan skema perbandingan antara keduanya, yaitu:
Hauenschild (1988) mengemukakan skema perbandingan antara keduanya, yaitu:
Skema museum modern:
1. Tujuan: berkaitan dengan kehidupan sehari-hari, pengembangan sosial.
2. Prinsip dasar: orientasi publik yang radikal dan ekstensif, teritorialitas
3. Struktur dan organisasi: institusionalisasi kecil, pendanaan melalui sumber lokal, desentralisasi, partisipasi, tim kerja berdasarkan kesamaan hak
4. Pendekatan: subjek: realitas kompleks; interdisipliner; berorientasi pada tema; menghubungkan masa lalu dengan masa kini dan masa depan; kerjasama dengan organisasi lokal/regional
5. Tugas: koleksi, dokumentasi, penelitian, konservasi, mediasi, pendidikan berkesinambungan, evaluasi.
Skema museum tradisional:
1. Tujuan : preservasi dan proteksi materi yang sudah ada
2. Prinsip dasar: proteksi objek
3. Struktur dan organisasi: institutionalisasi, pendanaan dari pemerintah, gedung museum menjadi pusat, staf yang profesional, dan struktur yang hierarkis.
4. Pendekatan: subjek ditarik dari realitas (objek ditempatkan di museum), ada pembatasan yang berorientasi disiplin ilmu, berorientasi pada objek, dan berorientasi pada masa lalu.
5. Tugas: koleksi, dokumentasi, penelitian, konservasi, dan mediasi.
Melihat kedua skema di atas tampak bahwa museum-museum di Indonesia masih bersifat tradisional dalam mengelola lembaganya. Yang ingin saya garisbawahi adalah staf yang profesional, yang ada pada kedua skema di atas. Apakah staf museum-museum di Indonesia sudah profesional? Rasanya sulit mengatakan YA. Mungkin hanya beberapa gelintir saja yang memiliki profesionalitas di bidang permuseuman. Selebihnya, kecemplung di dunia museum di luar kehendak bebasnya. Jadi bisa dibayangkan bagaimana profesionalitasnya. Menurut kamus kata “profesi” yang berasal dari bahasa Inggeris profession adalah pekerjaan tertentu, khususnya yang mensyaratkan pendidikan lanjutan atau pelatihan khusus. Sedangkan profesional berarti mengerjakan pekerjaan secara bersungguh-sungguh sesuai dengan profesinya dan menjadikan pekerjaan tersebut sebagai sumber penghasilan utama (Oxford Advanced Learner’s Dictionary of Current English, 1974).Profesi permuseuman di kalangan masyarakat kita bukanlah profesi yang populer. Bahkan bagi pegawai museum sendiri menjadi pegawai museum belum menjadi kebanggaan sebagaimana layaknya kebanggaan yang dimiliki para pegawai bank.
Hal kedua yang perlu digarisbawahi adalah aspek pendanaan yang bersumber dari pemerintah pada skema museum tradisional. Ini juga menjadi kendala tersendiri bagi perkembangan dan pengembangan museum. Selama museum tidak memiliki sumber dana independen yang dapat dikelolanya sendiri maka akan sulit baginya untuk merancang rencana pengembangan, apalagi mewujudkannya. Inilah yang justru terjadi pada museum-museum di Tanah Air, khususnya museum-museum milik pemerintah.
Bagaimana menurut Anda?
Sabtu, 09 Oktober 2010
Aspirasi masyarakat
Berikut ini adalah masukan dari anggota masyarakat (guru) untuk perbaikan pelayanan museum. Pengelola museum seharusnya peka terhadap aspirasi masyarakat semacam ini. Kotak saran di museum-museum bukan hanya proforma melainkan suara yang harus didengar dan dicermati.
Mengubah Citra Museum
Selasa, 21 September 2010 | 17:18 WIB
Mengubah Citra Museum
Selasa, 21 September 2010 | 17:18 WIB
Oleh Noverius Laoli
Selain berfungsi sebagai perpustakaan dan tempat penyimpanan bukti-bukti otentik catatan sejarah kebudayaan, museum seharusnya juga mampu menjadi tempat hiburan edukatif bagi masyarakat.
Itulah sebabnya, museum yang tersebar di Bandung butuh merenovasi diri. Museum harus kreatif menampilkan wajah masa lalu dengan cara masa kini. Jadi, tempat yang menyimpan segudang koleksi perihal informasi seputar sejarah masa silam itu tidak terkesan asing dan jauh dari perhatian masyarakat luas.
Tidak cukup museum hanya dijadikan tempat mengoleksi, mengonservasi, meriset, dan memberikan informasi seputar masa lalu. Museum justru seharusnya menjadi tempat alternatif bagi masyarakat untuk mencari kemungkinan-kemungkinan baru. Kemungkinan baru itu baik dalam ihwal pengetahuan, seperti ruang penelitian dan pendidikan, maupun sebagai tempat inspiratif bagi generasi sekarang untuk melihat masa lalu sebagai instrumen petualangan memasuki lorong-lorong peradaban.
Namun, yang kerap menjadi persoalan beberapa museum di Indonesia, khususnya Kota Bandung, adalah masalah laten berupa minimnya biaya perawatan. Akhirnya, museum itu tak pernah mampu memperbarui diri dan menampilkan sesuatu yang dapat menarik perhatian dan minat masyarakat luas. Padahal, museum menyimpan berlimpah pengetahuan yang masih mentah dan butuh segera dikelola agar bermanfaat bagi kehidupan manusia. Pusat kebudayaan
Sebenarnya museum adalah harta karun yang tak ternilai. Museum Sri Baduga, misalnya, yang memiliki koleksi naskah kuno terbanyak, seperti Cacarakan (Haracaraka-Jawa), Jawa kuno, Pegon (Arab Sunda), dan Sunda kuno. Naskah itu berisi ajaran sastra, agama, pedoman hidup, kesehatan, adat istiadat, dan silsilah (Kompas, 23/8). Namun, pengetahuan yang tersimpan dalam naskah-naskah kuno itu tidak bisa kita miliki karena minimnya penerjemah naskah kuno.
Meskipun ada rencana memberikan beasiswa bagi staf museum untuk belajar museologi di Universitas Padjadjaran, itu tidak cukup memadai. Kalau naskah-naskah itu sudah diterjemahkan, belum tentu banyak orang berminat mengetahui, apalagi menelitinya. Yang kita butuhkan, selain penerjemah naskah kuno, adalah kreativitas dalam mengelola museum sehingga menjadi pusat kebudayaan bagi masyarakat.
Artinya, bagaimana museum mampu mengundang keingintahuan warga. Salah satu solusinya adalah memodifikasi citra dan bentuk museum sesuai dengan kebutuhan zaman, dengan kata lain bisa memenuhi selera masyarakat zaman kiwari. Para pengelola dan pemerhati museum harus mampu menciptakan ruang bagi pengunjung untuk beraktivitas secara interaktif dan atraktif sehingga menimbulkan ikatan emosi antara museum dan masyarakat.
Museum sebaiknya memberikan apa yang dibutuhkan masyarakat dan menjawab apa yang menjadi keprihatinan mereka. Masyarakat tidak lagi harus menyesuaikan diri dengan museum, tetapi museumlah yang menyesuaikan diri dengan kebutuhan dan harapan masyarakat. Di sini museum harus mengikuti perkembangan zaman dan selalu mereformasi diri sehingga tidak ketinggalan zaman.
Meskipun menjadi tempat mengoleksi barang-barang kuno, museum harus bisa mengekspos kekunoan tersebut dengan metode kekinian. Perlu diingat bahwa benda-benda sejarah itu adalah milik zamannya dan tentu ditulis atau ada sesuai dengan kebutuhan zamannya. Oleh karena itu, ketika diekspos pada zaman sekarang, benda-benda sejarah itu seharusnya dapat dieksplorasi secara kreatif sehingga sesuai dengan pola pikir zaman sekarang. Namun, esensi yang dibawanya tidak boleh dihilangkan.
Melalui cara tersebut museum akan tampak memiliki roh yang dengan sendirinya mampu menyampaikan pesan tertentu kepada setiap pengunjung. Ruang publik
Keberadaan beberapa museum di Bandung merupakan aset berharga bagi kota ini sebagai salah satu pusat pendidikan, pariwisata, dan kebudayaan. Di Bandung ada banyak komunitas kreatif yang kredibel untuk memodifikasi wajah museum sehingga tampak lebih menarik dan sesuai dengan gaya hidup masyarakat di sekitarnya.
Museum dapat diubah menjadi wahana pendidikan sekaligus tempat hiburan yang dapat menampilkan nilai-nilai edukasi kepada pengunjungnya. Dengan demikian, museum dapat menjadi ruang publik yang menampilkan sesuatu yang berbeda dari tempat-tempat hiburan lain.
Menurut saya, sangat menarik bila di sekitar museum dibangun beberapa kafe kecil yang dapat menjadi tempat nongkrong dan diskusi. Di sana juga bisa diadakan lokakarya atau seminar untuk membahas materi beberapa koleksi museum. Hasil diskusi tersebut dapat dipublikasikan di media massa atau jurnal khusus seputar museum dengan beberapa catatan penting yang butuh penelitian lebih mendalam.
Semua pengunjung museum, baik wisatawan maupun kalangan akademis, diberi kesempatan yang sama untuk mengikuti kegiatan tersebut. Bila perlu, didatangkan ahli dari beberapa universitas di Bandung untuk memimpin diskusi-diskusi itu. Lalu, dibuat jadwal rutin sehingga setiap orang dapat menyempatkan diri terlibat.
Pihak museum dapat memanfaatkan kesempatan tersebut untuk mempromosikan museum sekaligus menggalang dana dari masyarakat. Hal itu bisa dilakukan dengan menyediakan sertifikat dan meminta biaya administrasi untuk melestarikan museum.
Melalui kreativitas dan upaya memanfaatkan segala kekayaan yang ada, niscaya museum mampu menjadi salah satu tempat alternatif bagi masyarakat untuk mendapatkan pengetahuan sekaligus hiburan. NOVERIUS LAOLI Guru SMA Talenta Bandung
Sumber: www.oase.kompas.com
Selain berfungsi sebagai perpustakaan dan tempat penyimpanan bukti-bukti otentik catatan sejarah kebudayaan, museum seharusnya juga mampu menjadi tempat hiburan edukatif bagi masyarakat.
Itulah sebabnya, museum yang tersebar di Bandung butuh merenovasi diri. Museum harus kreatif menampilkan wajah masa lalu dengan cara masa kini. Jadi, tempat yang menyimpan segudang koleksi perihal informasi seputar sejarah masa silam itu tidak terkesan asing dan jauh dari perhatian masyarakat luas.
Tidak cukup museum hanya dijadikan tempat mengoleksi, mengonservasi, meriset, dan memberikan informasi seputar masa lalu. Museum justru seharusnya menjadi tempat alternatif bagi masyarakat untuk mencari kemungkinan-kemungkinan baru. Kemungkinan baru itu baik dalam ihwal pengetahuan, seperti ruang penelitian dan pendidikan, maupun sebagai tempat inspiratif bagi generasi sekarang untuk melihat masa lalu sebagai instrumen petualangan memasuki lorong-lorong peradaban.
Namun, yang kerap menjadi persoalan beberapa museum di Indonesia, khususnya Kota Bandung, adalah masalah laten berupa minimnya biaya perawatan. Akhirnya, museum itu tak pernah mampu memperbarui diri dan menampilkan sesuatu yang dapat menarik perhatian dan minat masyarakat luas. Padahal, museum menyimpan berlimpah pengetahuan yang masih mentah dan butuh segera dikelola agar bermanfaat bagi kehidupan manusia. Pusat kebudayaan
Sebenarnya museum adalah harta karun yang tak ternilai. Museum Sri Baduga, misalnya, yang memiliki koleksi naskah kuno terbanyak, seperti Cacarakan (Haracaraka-Jawa), Jawa kuno, Pegon (Arab Sunda), dan Sunda kuno. Naskah itu berisi ajaran sastra, agama, pedoman hidup, kesehatan, adat istiadat, dan silsilah (Kompas, 23/8). Namun, pengetahuan yang tersimpan dalam naskah-naskah kuno itu tidak bisa kita miliki karena minimnya penerjemah naskah kuno.
Meskipun ada rencana memberikan beasiswa bagi staf museum untuk belajar museologi di Universitas Padjadjaran, itu tidak cukup memadai. Kalau naskah-naskah itu sudah diterjemahkan, belum tentu banyak orang berminat mengetahui, apalagi menelitinya. Yang kita butuhkan, selain penerjemah naskah kuno, adalah kreativitas dalam mengelola museum sehingga menjadi pusat kebudayaan bagi masyarakat.
Artinya, bagaimana museum mampu mengundang keingintahuan warga. Salah satu solusinya adalah memodifikasi citra dan bentuk museum sesuai dengan kebutuhan zaman, dengan kata lain bisa memenuhi selera masyarakat zaman kiwari. Para pengelola dan pemerhati museum harus mampu menciptakan ruang bagi pengunjung untuk beraktivitas secara interaktif dan atraktif sehingga menimbulkan ikatan emosi antara museum dan masyarakat.
Museum sebaiknya memberikan apa yang dibutuhkan masyarakat dan menjawab apa yang menjadi keprihatinan mereka. Masyarakat tidak lagi harus menyesuaikan diri dengan museum, tetapi museumlah yang menyesuaikan diri dengan kebutuhan dan harapan masyarakat. Di sini museum harus mengikuti perkembangan zaman dan selalu mereformasi diri sehingga tidak ketinggalan zaman.
Meskipun menjadi tempat mengoleksi barang-barang kuno, museum harus bisa mengekspos kekunoan tersebut dengan metode kekinian. Perlu diingat bahwa benda-benda sejarah itu adalah milik zamannya dan tentu ditulis atau ada sesuai dengan kebutuhan zamannya. Oleh karena itu, ketika diekspos pada zaman sekarang, benda-benda sejarah itu seharusnya dapat dieksplorasi secara kreatif sehingga sesuai dengan pola pikir zaman sekarang. Namun, esensi yang dibawanya tidak boleh dihilangkan.
Melalui cara tersebut museum akan tampak memiliki roh yang dengan sendirinya mampu menyampaikan pesan tertentu kepada setiap pengunjung. Ruang publik
Keberadaan beberapa museum di Bandung merupakan aset berharga bagi kota ini sebagai salah satu pusat pendidikan, pariwisata, dan kebudayaan. Di Bandung ada banyak komunitas kreatif yang kredibel untuk memodifikasi wajah museum sehingga tampak lebih menarik dan sesuai dengan gaya hidup masyarakat di sekitarnya.
Museum dapat diubah menjadi wahana pendidikan sekaligus tempat hiburan yang dapat menampilkan nilai-nilai edukasi kepada pengunjungnya. Dengan demikian, museum dapat menjadi ruang publik yang menampilkan sesuatu yang berbeda dari tempat-tempat hiburan lain.
Menurut saya, sangat menarik bila di sekitar museum dibangun beberapa kafe kecil yang dapat menjadi tempat nongkrong dan diskusi. Di sana juga bisa diadakan lokakarya atau seminar untuk membahas materi beberapa koleksi museum. Hasil diskusi tersebut dapat dipublikasikan di media massa atau jurnal khusus seputar museum dengan beberapa catatan penting yang butuh penelitian lebih mendalam.
Semua pengunjung museum, baik wisatawan maupun kalangan akademis, diberi kesempatan yang sama untuk mengikuti kegiatan tersebut. Bila perlu, didatangkan ahli dari beberapa universitas di Bandung untuk memimpin diskusi-diskusi itu. Lalu, dibuat jadwal rutin sehingga setiap orang dapat menyempatkan diri terlibat.
Pihak museum dapat memanfaatkan kesempatan tersebut untuk mempromosikan museum sekaligus menggalang dana dari masyarakat. Hal itu bisa dilakukan dengan menyediakan sertifikat dan meminta biaya administrasi untuk melestarikan museum.
Melalui kreativitas dan upaya memanfaatkan segala kekayaan yang ada, niscaya museum mampu menjadi salah satu tempat alternatif bagi masyarakat untuk mendapatkan pengetahuan sekaligus hiburan. NOVERIUS LAOLI Guru SMA Talenta Bandung
Sumber: www.oase.kompas.com
Jumat, 08 Oktober 2010
Ekspedisi Lengguru Kaimana
Salah seorang staf Museum Geologi yang mengikuti Ekspedisi Lengguru Kaimana berangkat dini hari tadi (8/10/2010).
Ekspedisi Lengguru Kaimana adalah proyek internasional multidisipliner yang diprakarsai oleh Institut de Recherche pour le Developpement (IRD), Prancis . Ekspedisi ini merupakan survei ilmiah yang bertujuan mengidentifikasi ikan air tawar dan melakukan evaluasi awal atas keanekaragaman hayati termasuk satwa liar serta invertebrata air tawar dan sistem bawah tanah di daerah ini.
Para peneliti dari berbagai disiplin ilmu: biologi, geologi, karstologi, hidrogeologi, paleontologi, antropologi, arkeologi dan logistik berat terlibat dan dikerahkan untuk melakukan investigasi di lima wilayah yang ada di kawasan ini.
Pendekatan multidisipliner ini berkaitan dengan studi tentang evolusi wilayah karst dengan tujuan untuk lebih memahami kemungkinan adanya hubungan antara pembentukan dan evolusi unit-unit karst ini dengan diversifikasi biologis yang diamati. Selain itu, daerah ini telah menjadi titik persimpangan antara Asia dan Australia selama migrasi besar umat manusia . Aspek sejarah umat manusia di kawasan ini masih kurang diketahui, dan penyelidikan biologis yang akan dilakukan di gua-gua juga menjadi kesempatan yang baik untuk penelitian arkeologi.
Sebuah kapal APSOR (Akademi Perikanan Sorong, yang menjadi mitra IRD di Indonesia), berukuran 32 meter dengan 18 kabin, akan menjadi base camp utama untuk tim yang terdiri dari empat puluh orang ini. Wilayah studi akan dicapai dengan menggunakan perahu bermotor melalui sungai utama. Tim akan melakukan investigasi secara mandiri dengan menerapkan teknik-teknik penelitian ilmiah, dan juga teknik penelusuran gua.
Proyek ini menjadi semacam petualangan ilmiah tentang keanekaragaman hayati planet ini, dan ini merupakan kesempatan yang baik untuk menginformasikan dan mengkomunikasikan keanekaragaman hayati tersebut kepada masyarakat umum, khususnya melalui sebuah film documenter. Sebuah situs web dan blog juga dibuat untuk konsumsi siswa dan guru maupun mahasiswa. ■
Para peneliti dari berbagai disiplin ilmu: biologi, geologi, karstologi, hidrogeologi, paleontologi, antropologi, arkeologi dan logistik berat terlibat dan dikerahkan untuk melakukan investigasi di lima wilayah yang ada di kawasan ini.
Pendekatan multidisipliner ini berkaitan dengan studi tentang evolusi wilayah karst dengan tujuan untuk lebih memahami kemungkinan adanya hubungan antara pembentukan dan evolusi unit-unit karst ini dengan diversifikasi biologis yang diamati. Selain itu, daerah ini telah menjadi titik persimpangan antara Asia dan Australia selama migrasi besar umat manusia . Aspek sejarah umat manusia di kawasan ini masih kurang diketahui, dan penyelidikan biologis yang akan dilakukan di gua-gua juga menjadi kesempatan yang baik untuk penelitian arkeologi.
Sebuah kapal APSOR (Akademi Perikanan Sorong, yang menjadi mitra IRD di Indonesia), berukuran 32 meter dengan 18 kabin, akan menjadi base camp utama untuk tim yang terdiri dari empat puluh orang ini. Wilayah studi akan dicapai dengan menggunakan perahu bermotor melalui sungai utama. Tim akan melakukan investigasi secara mandiri dengan menerapkan teknik-teknik penelitian ilmiah, dan juga teknik penelusuran gua.
Proyek ini menjadi semacam petualangan ilmiah tentang keanekaragaman hayati planet ini, dan ini merupakan kesempatan yang baik untuk menginformasikan dan mengkomunikasikan keanekaragaman hayati tersebut kepada masyarakat umum, khususnya melalui sebuah film documenter. Sebuah situs web dan blog juga dibuat untuk konsumsi siswa dan guru maupun mahasiswa. ■
Sumber: www.lengguru.org
Kamis, 07 Oktober 2010
Mengapa emas murni kadarnya 24 karat, bukan 100 karat?
![]() |
| Sumber foto: www.wikimedia.org |
Saat ini sistem karat diperluas menjadi sistem millesimal, yang diterapkan untuk mengukur kadar kemurnian campuran platina, emas, dan perak. Sistem ini lebih mudah dipahami karena menghitung bagian-bagian per seribu logam murni yang terkandung dalam suatu campuran logam (alloy). Jadi, jika disebutkan emas 750 berarti kandungan emasnya 75%, dan sisanya adalah logam-logam lain. Sistem millesimal menggunakan tiga angka bulat seperti contoh di atas. Di toko-toko emas saat ini orang pada umumnya tidak menggunakan karat melainkan menyebutkan prosentasi kadar emas, misalnya dengan menyebutkan emas 70, emas 80, yang berarti kandungan emasnya 70% dan 80%.
(Julimar 2006, dari berbagai sumber)
Rabu, 06 Oktober 2010
Mengapa hitungan minyak bumi memakai barel?
![]() |
| Edwin L. Drake (www.wikipedia.c0m) |
(Julimar, 2006: dari berbagai sumber)
Selasa, 05 Oktober 2010
Masih Ada Museum Tak Punya Toilet
Senin, 27 September 2010 | 18:46 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com - Sampai sekarang masih ada museum di Indonesia yang tidak punya fasilitas toilet umum. Kalau pun ada, kondisinya masih belum sesuai dengan standar yang diharapkan. Bahkan, yang mendapatkan Penghargaan Sapta Pesona, toiletnya kalau disamakan sistemnya dengan hotel berbintang, baru kelas bintang tiga. Belum bintang lima.
Kenyataan itu diungkapkan Direktur Jenderal Pengembangan Destinasi Pariwisata Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata RI, Firmansyah Rahim dan Juri Kehormatan Penghargaan Sapta Pesona Toilet Umum Besrih, Ny Triesna Wacik, Senin (27/9/2010) di Jakarta.
Dari 275 museum yang dikirimi undangan untuk mengikuti Lomba Toilet Bersih, yang ikut hanya 53 museum, dengan rincian 38 museum pemerintah dan 15 museum swasta/yayasan. Dari 53 museum peserta, hanya 51 yang dinilai. "Satu museum mengundurkan diri dan satu museum lagi tak bisa dinilai, yakni Museum Sultan Mahmud Badaruddin II, di Palembang, Sumatera Selatan, karena tidak mempunyai fasilitas toilet," kata Firmansyah.
Triesna Wacik mengatakan, lima museum swasta/yayasan dan 10 museum pemerintah penerima Penghargaan Sapta Pesona, semuanya predikat cukup. "Ya, kelasnya baru bintang tiga, jauh dari kelas bintang lima. Pemberian penghargaan sebagai apresiasi serta untuk memotivasi para pengelola museum, dalam rangka menyukseskan Tahun Kunjungan Museum 2010," tandasnya.
Peringkat lima terbaik museum swasta yang peroleh Penghargaan Sapta Pesona adalah Museum Satwa, Malang, Jatim. Kemudian disusul, peringkat kedua, Museum Rahmat Internasional Wild Life, Medan. Di peringkat tiga, Museum Rudana, Ubud, Bali. Di posisi keempat Museum Rumah Budaya Tembi, DI Yogyakarta, dan peringkat lima Museum Ulen Sentalu, Sleman, DI Yogyakarta.
Untuk kategori museum pemerintah, peringkat 1-10 berturut-turut: Museum Gunung Api Batur (Kintamani, Bali), Museum Seni Rupa Keramin (DKI Jakarta), Museum Neheri La Galigo (Sulsel), Museum Perangko Indonesia (DKI Jakarta), Museum Bahari (DKI Jakarta), Museum 10 November Surabaya (Jatim), Museum Geologi Bandung (Jawa Barat), Museum Benteng Vredeburg (DI Yogyakarta), Museum Joeang 1945 (DKI Jakarta), dan Museum Sono Budoyo (DI Yogyakarta).
Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Jero Wacik mengatakan, pengelolaan toilet umum bersih di tempat-tempat wisata seperti bandara, museum, dan obyek wisata selain meningkatkan mutu produk wisata sehingga memiliki daya saing, juga sebagai cerminan budaya dan jatidiri bangsa. "Gerakan toilet umum bersih merupakan gerakan pencitraan budaya dan jatidiri masyarakat Indonesia," ujarnya.
Menurut Wacik, Penghargaan Sapta Pesona semacam ini ke depan akan terus dilaksanakan, tidak hanya terbatas pada pengelola toilet umum di bandara dan museum, tetapi akan diperluas pada toilet di obyek dan daya tarik wisata. "Kalau toilet bersih, itu cerminan budaya bangsa dan citra pariwisata Indonesia yang berdaya saing.," katanya.
JAKARTA, KOMPAS.com - Sampai sekarang masih ada museum di Indonesia yang tidak punya fasilitas toilet umum. Kalau pun ada, kondisinya masih belum sesuai dengan standar yang diharapkan. Bahkan, yang mendapatkan Penghargaan Sapta Pesona, toiletnya kalau disamakan sistemnya dengan hotel berbintang, baru kelas bintang tiga. Belum bintang lima.
Kenyataan itu diungkapkan Direktur Jenderal Pengembangan Destinasi Pariwisata Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata RI, Firmansyah Rahim dan Juri Kehormatan Penghargaan Sapta Pesona Toilet Umum Besrih, Ny Triesna Wacik, Senin (27/9/2010) di Jakarta.
Dari 275 museum yang dikirimi undangan untuk mengikuti Lomba Toilet Bersih, yang ikut hanya 53 museum, dengan rincian 38 museum pemerintah dan 15 museum swasta/yayasan. Dari 53 museum peserta, hanya 51 yang dinilai. "Satu museum mengundurkan diri dan satu museum lagi tak bisa dinilai, yakni Museum Sultan Mahmud Badaruddin II, di Palembang, Sumatera Selatan, karena tidak mempunyai fasilitas toilet," kata Firmansyah.
Triesna Wacik mengatakan, lima museum swasta/yayasan dan 10 museum pemerintah penerima Penghargaan Sapta Pesona, semuanya predikat cukup. "Ya, kelasnya baru bintang tiga, jauh dari kelas bintang lima. Pemberian penghargaan sebagai apresiasi serta untuk memotivasi para pengelola museum, dalam rangka menyukseskan Tahun Kunjungan Museum 2010," tandasnya.
Peringkat lima terbaik museum swasta yang peroleh Penghargaan Sapta Pesona adalah Museum Satwa, Malang, Jatim. Kemudian disusul, peringkat kedua, Museum Rahmat Internasional Wild Life, Medan. Di peringkat tiga, Museum Rudana, Ubud, Bali. Di posisi keempat Museum Rumah Budaya Tembi, DI Yogyakarta, dan peringkat lima Museum Ulen Sentalu, Sleman, DI Yogyakarta.
Untuk kategori museum pemerintah, peringkat 1-10 berturut-turut: Museum Gunung Api Batur (Kintamani, Bali), Museum Seni Rupa Keramin (DKI Jakarta), Museum Neheri La Galigo (Sulsel), Museum Perangko Indonesia (DKI Jakarta), Museum Bahari (DKI Jakarta), Museum 10 November Surabaya (Jatim), Museum Geologi Bandung (Jawa Barat), Museum Benteng Vredeburg (DI Yogyakarta), Museum Joeang 1945 (DKI Jakarta), dan Museum Sono Budoyo (DI Yogyakarta).
Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Jero Wacik mengatakan, pengelolaan toilet umum bersih di tempat-tempat wisata seperti bandara, museum, dan obyek wisata selain meningkatkan mutu produk wisata sehingga memiliki daya saing, juga sebagai cerminan budaya dan jatidiri bangsa. "Gerakan toilet umum bersih merupakan gerakan pencitraan budaya dan jatidiri masyarakat Indonesia," ujarnya.
Menurut Wacik, Penghargaan Sapta Pesona semacam ini ke depan akan terus dilaksanakan, tidak hanya terbatas pada pengelola toilet umum di bandara dan museum, tetapi akan diperluas pada toilet di obyek dan daya tarik wisata. "Kalau toilet bersih, itu cerminan budaya bangsa dan citra pariwisata Indonesia yang berdaya saing.," katanya.
Jumat, 01 Oktober 2010
Potret Islam di Museum Kita
Seharusnya museum menjadi lembaga netral dalam mengemukakan fakta. Tapi apa boleh buat, museum hanyalah alat, dia bisa dipakai untuk apa saja........ Semoga sebagai alat museum tidak disalahgunakan untuk kepentingan pribadi semata (baca: penguasa). Artikel menarik ini dapat dibaca di sini.
Tips Berkunjung ke Museum
Saya menemukan sebuah tulisan tentang tips berkunjung ke museum. Tulisan ini dibuat oleh seorang ibu dan dia berbagi kepada sesama orangtua. Senang sekali rasanya ada orang yang menaruh perhatian pada museum, bahkan memberikan petunjuk tentang bagaimana berperilaku di museum. Apa yang disampaikannya tepat sekali. Sekarang saya membagikannya untuk Anda semua. Silakan baca di sini.
Langganan:
Komentar (Atom)






